Dalam keterangannya mewakili Pemerintah, Myra Hanartani menjelaskan tidak ada ketentuan yang membatasi pekerja untuk berserikat dan berkumpul dalam perusahaan. "Ketentuan adanya satu organisasi serikat pekerja yang memiliki jumlah anggota 50 persen plus satu dengan tanda bukti kartu anggota serikat pekerja adalah sejalan dengan demokrasi. Hal itu juga diatur dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan," ujarnya dalam persidangan.
Jaminan itu menurut Myrna telah termasuk dalam penempatan wakil serikat pekerja dalam perundingan kerja bersama dengan perusahaan. Oleh sebab itu, Pemerintah menilai bahwa pengaturan diskriminatif yang didalilkan oleh Pemohon tidak ada.
Selanjutnya, pihak DPR memberikan keterangan tidak ada potensi kerugian secara konstitusional dan kerugian nyata dalam pelaksanaan UU Ketenagakerjaan. Chairumam melanjutkan keterangannya bahwa 50 persen plus satu dari seluruh pekerja merupakan representasi dalam melakukan perundingan. "Tidak ada yang terhalang-halangi dan terkurangi bagi organisasi serikat pekerja. Hal itu terlihat tidak ada pelarangan terhadap organisasi serikat pekerja serta hak-hak pekerja tidak terkurangi dalam artian pemenuhan upah dan pemutusan hubungan kerja," lanjutnya.
Sementara itu, Majelis Hakim Konstitusi memberikan tanggapan terhadap keterangan Pemerintah dan DPR bahwa awal mula adanya organisasi serikat pekerja adalah untuk meningkatkan kesejahteraan anggotanya dan lebih lanjut bagi keluarganya.
"Ketentuan keterwakilan yang mensyaratkan 50 persen plus satu dalam perundingan kerja bersama harus dibuktikan dengan kartu anggota. Apabila tidak mencapai maka dilakukan koalisi. Apakah dengan hanya bukti kartu anggota serikat pekerja itu dapat mewakili aspirasi anggota serikat pekerja yang minoritas," tanggapan Hakim Akil Mochtar.
Ketika buruh berada pada posisi yang lemah dibandingkan dengan pengusaha serta perusahaan, maka bisa jadi terdapat reduksi (pengurangan) dalam penyaluran aspirasi. "Hal itu juga dapat mengurangi hak buruh dalam perundingan kerja bersama," ungkap Akil Mochtar.
Sejalan dengan itu, Hakim Konstitusi Alim menyatakan berserikat dan berkumpul serta mengeluarkan pendapat itu diperbolehkan. "Ada permasalahan dalam hal ini yakni anggota minoritas yang diwakilkan oleh orang lain. Ada mayoritas dalam arti organisasi serikat pekerja yang bersifat tunggal karena aturan 50 persen plus satu," tuturnya.
Dalam uji materi UU Ketenagakerjaan ini, Pemohon mengajukan norma-norma Pasal 120 ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan Pasal 121 untuk diuji konstitusionalitasnya terhadap UUD 1945. Pemohon mendalilkan adanya ketentuan dalam Pasal 120 khususnya ayat (1) berpotensi merugikan Pemohon apabila diterapkan.
Serikat pekerja yang jumlah anggota kurang dari 50 persen plus satu dari total seluruh karyawan akan kehilangan hak untuk menyampaikan aspirasi anggotanya melalui perundingan perumusan perjanjian kerja bersama di PT. Bank Central Asia. Hal ini terbukti Pemohon tidak diikutsertakan dalam perundingan perjanjian. (R.N. Bayu Aji)