Dalam ketentuan Undang-Undang Pajak Penghasilan, wajib pajak tidak mempersoalkan laba dan rugi. Pada intinya harus membayar saja. Pajak harus diatur dalam Undang-Undang. Apakah ketentuan itu semua boleh diatur oleh Peraturan Pemerintah atau Peraturan Menteri? Undang-Undang Pajak Penghasilan dalam hal ini tidak mengikat pada peraturan yang lebih rendah.
Demikianlah yang diungkapkan oleh Prof. Mohammad Zein selaku ahli Pemohon dalam persidangan uji materi UU No. 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (UU Pajak Penghasilan), Selasa (12/01), di ruang sidang Pleno MK. Agenda persidangan kali ini adalah mendengarkan keterangan ahli dari Pemohon dan Pemerintah.
Ahli dari Pemerintah dalam keterangannya menyatakan bahwa kata pajak memiliki keterkaitan dan indikasi menuju ke objeknya. "Jadi objek pajak sejak awal itu apa saja yang dapat dipungut harus diatur. Jadi daerah tidak bisa seenaknya sendiri menentukan. Dalam pendekatan hukum administrasi dan ketatanegaraan Undang-Undang Pajak Penghasilan tidak bertentangan dengan UUD karena apa yang dimohonkan oleh Pemohon terkait masalah teknis penerapan saja," terang Philipus M. Hadjon selaku ahli Pemerintah dalam sidang perkara Nomor 128/PUU-VII/2009 ini.
Sejalan dengan itu, menurut Anshari Ritonga yang juga merupakan ahli pemerintah menyatakan pajak merupakan bagian keuangan yang diatur oleh Pasal 23 UUD 1945. "Dari keseluruhannya telah diatur dan pelaksanaannya dilimpahkan kepada menteri keuangan ataupun Pemerintah. Pengaturan lebih lanjut juga diberikan kepada Presiden. Semuanya ada pendelegasian dan itu sejalan semua baik diatur dalam Undang-Undang Dasar, undang-undang, serta Peraturan Pemerintah," ungkapnya dalam persidangan. Berdasarkan teori pajak, Anna Erliyana menyebutkan bahwa pajak itu sumber untuk pembangunan negara. "Negara serta Pemerintah diperbolehkan menarik pajak dan pajak juga bergantung pada penghasilan. Jadi, tidak mungkin orang yang tidak berpenghasilan dikenakan ataupun diwajibkan atas pajak penghasilan," katanya.
Ahli HAM, Hakim Garuda Nusantara, menambahkan bahwa Pasal 28D UUD 1945 yang digunakan sebagai alat uji Pemohon dalam uji materi ini tidak memiliki dalil yang kuat. "Telah jelas ada jaminan atas semuanya dan perlakuan yang sama terkait pajak penghasilan, siapa yang wajib kena pajak. Selanjutnya pajak tersebut juga digunakan untuk kepentingan negara," tambahnya.
Sementara itu, Pemohon yang hadir dalam persidangan menyatakan tanggapan agar memperbaiki UU Pajak Penghasilan. "Hal ini agar DPR dan Pemerintah tidak sewenang-wenang. Inti permohonan uji materi ini adalah agar ke depan bisa menjamin adanya peraturan yang legal dan mengurangi yang ilegal sehingga menjadi jelas. Semua harus diatur oleh undang-undang secara tegas dan bukan pada peraturan yang lebih rendah dari undang-undang," ujarnya.
Pemohon dalam pemohonannya mengujikan Pasal 4 ayat (2), Pasal 17 ayat (7), Pasal 7 ayat (3), Pasal 14 ayat (1), Pasal 14 ayat (7), Pasal 17 ayat (2), Pasal 17 ayat (2a), Pasal 17 ayat (2) huruf c, Pasal 17 ayat (2) huruf d, Pasal 17 ayat (3), Pasal 19 ayat (2), Pasal 21 ayat (5), Pasal 22 ayat (1) huruf c, Pasal 22 ayat (2), dan Pasal 25 ayat 8 UU Pajak Penghasilan terkait dengan tidak berhaknya Pemerintah menetapkan pajak. (R.N. Bayu Aji)