Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang pengujian terhadap Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda), Kamis (7/1), di gedung MK. Perkara yang teregistrasi dengan Nomor 147/PUU-VII/2009 ini diajukan oleh para Pemohon, yakni Bupati Jembrana Prof. Dr. Drg. I Gede Winasa, I Komang Suarna, Syahrudin, Awamil Birri, I Putu Ariasa Ariasa Wirawan, I Gusti Putu Sumberdana, I Ketut Suerka, I Wayan Suryadita, I Nengah Budi Asnawan, I Ketut Tamba, Bahrullah, Putu Murdana, I Wayan Mandiyasa, I Nyoman Sumadana, I Made Suitra, I Gede Gunada Wirawan, I Made Merta Yasa, I Made Arya, I Gusti Ngurah Wardaya, I Ketut Sujana, dan Khaled Akhmad.
Dalam sidang perbaikan permohonan ini, Pemohon memperkuat alasan sosio-yuridis yang belum dipaparkan pada sidang sebelumnya. Melalui kuasa hukumnya, Pemohon mendalilkan bahwa Pasal 88 UU No. 32 Tahun 2004 atau Ketentuan Pasal 88 UU No. 32 Tahun 2004 telah menjadi "pasal mati". "Terkait dengan perkembangan pola pemberian suara dalam Pemilu, masyarakat di Kabupaten Jembrana telah terbiasa menggunakan metode e-voting dalam pemilihan kepala dusun," jelas Merlina selaku kuasa hukum Pemohon.
Pemohon juga mendalilkan bahwa penggunaan sistem e-voting dalam penyelenggaraan Pemilukada Kabupaten Jembrana Tahun 2010 sejalan dengan Pasal 28 C ayat (1) dan ayat (2) UUD 1945. "Hal ini karena penggunaan e-voting merupakan manifestasi pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam kegiatan Pemilu. E-voting juga manifestasi untuk memperjuangkan kepentingan kolektif warga Jembrana," jelasnya.
Hakim Konstitusi Harjono mempertanyakan kaitan antara Pasal 88 UU a quo dengan norma dalam UUD 1945 yang digunakan oleh Pemohon sebagai alat uji. "Kalau mau diganti dengan e-voting, masalahnya adalah, apakah yang mencontreng dan mencoblos itu bertentangan dengan Undang-Undang Dasar?," tanyanya.
Sementara itu, Hakim Konstitusi Arsyad Sanusi mempertanyakan letak inkonstitusionalitas dari cara memilih melalui mencoblos dan mencontreng sehingga harus diganti dengan e-voting. "Mencoblos dan mencontreng itu sudah menjadi tradisi. Lalu, apa alasan harus diganti dengan e-voting?" tanyanya.
Terhadap pertanyaan tersebut, Pemohon tidak menjawab langsung namun mengemukakan contoh bahwa e-voting ini telah mereka terapkan untuk pemilihan kepala dusun. Bahkan Pemohon sudah mempresentasikan alat tersebut saat kunjungan Komisi II DPR RI dan kepada Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara yang saat itu dijabat oleh Taufik Effendi, serta kepada KPUD.
"Memang KPUD sudah diundang sama bupati sendiri dan sudah ada sosialisasi, cuma masalahnya beliau dari KPUD sendiri tetap berkutat kepada Pasal 88 tadi, karena di sana tetap pencoblosan," kata Kuasa Hukum Pemohon, I Made Sudiadi. (Lulu A.)