Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU Pemilu) yang dimohonkan oleh Habel Rumbiak, Rabu (30/12), di Ruang Sidang Pleno MK. Pembacaan amar putusan tersebut dilakukan oleh sembilan hakim konstitusi MK.
"Mengadili menyatakan menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya," tegas Ketua MK, Moh. Mahfud MD, dalam ruang sidang.
Dalam Putusan Perkara Nomor 130/PUU-VII/2009 ini, Mahkamah terlebih dahulu mengemukakan tiga pendapat. Pertama, Sebelum dilakukannya penghitungan perolehan kursi partai-partai politik untuk Dewan Perwakilan Rakyat terlebih dahulu dipastikan apakah partai yang bersangkutan memenuhi Pasal 202 UU 10/2008, yaitu memenuhi ambang batas perolehan suara sekurang-kurangnya 2,5% (dua koma lima per seratus) dari jumlah suara sah secara nasional, atau tidak. Hal ini tidak dilakukan dalam penghitungan perolehan kursi bagi anggota DPRD Provinsi.
Kedua, Peserta Pemilihan Umum bukanlah perseorangan tetapi Partai Politik sebagaimana dinyatakan oleh Pasal 1 angka 23, "Peserta Pemilu adalah partai politik untuk Pemilu Anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota dan perseorangan untuk Pemilu anggota DPD". Ketiga, Anggota DPR dipilih secara nasional artinya mewakili rakyat yang lingkupnya nasional, tidak sama dengan Anggota DPRD Provinsi yang mewakili rakyat daerah/provinsi yang bersangkutan.
"atas dasar perbedaan tersebut di atas, maka berlaku asas keadilan yaitu hal yang sama diperlakukan sama, dan hal yang berbeda diperlakukan berbeda. Ketentuan hukum dalam Pasal 205 dan Pasal 211 UU 10/2008 untuk penetapan perolehan kursi Partai Politik menurut Mahkamah tidak mengandung diskriminasi sebagaimana didalilkan Pemohon, sebab ketentuan tersebut mengatur hal yang berbeda," kata Hakim Konstitusi Muhammad Alim.
Selain itu, peserta Pemilihan Umum Anggota DPRD Provinsi sesuai dengan Pasal 1 angka 23 UU 10/2008 adalah Partai Politik, dan bukannya perseorangan sebagaimana Pemilihan Anggota Dewan Perwakilan Daerah atau Presiden dan Wakil Presiden. Di samping itu perolehan kursi setelah melalui penghitungan bilangan pembagi pemilih (BPP) adalah dengan mengumpulkan seluruh sisa suara dari partai masing-masing, untuk menentukan partai mana yang suaranya paling banyak sehingga dapat ditentukan kemudian siapa yang berhak terhadap sisa kursi setelah penghitungan tahap pertama.
"Dalil Pemohon bahwa penetapan calon dilakukan dengan cara yang menimbulkan deviasi paling kecil sebagaimana Putusan MK Nomor 22-24/PUU-VI/2008 sehingga penetapan calon bagi Pemohon tidak sejalan dengan Putusan MK., tidak relevan, karena Pemohon melihatnya hanya dari daerah pemilihan Pemohon saja, bukan dari keseluruhan daerah pemilihan dari provinsi yang bersangkutan," lanjut Alim.
Dengan demikian, Mahkamah menyimpulkan bahwa Pasal 205 dan Pasal 211 UU 10/2008 tidak bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1), Pasal 28D ayat (1) dan ayat (3), Pasal 28I ayat (2) dan Pasal 28E ayat (3) UUD 1945. (RN Bayu Aji/Nur Rosihin)