Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat (UU Advokat) yang dimohonkan oleh H. F. Abraham Amos, Djamhur, dan Rizki Hendra Yoserizal, Rabu (30/12), di Ruang Sidang Pleno MK.
"Mengadili menyatakan mengabulkan permohonan para Pemohon untuk sebagian," tegas Ketua MK, Moh. Mahfud MD dalam pembacaan putusan Perkara Nomor 101/PUU-VII/2009.
Dalam amar putusannya, Mahkamah menyatakan bahwa Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat adalah bertentangan dengan UUD Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dipenuhi syarat bahwa frasa "di sidang terbuka Pengadilan Tinggi di wilayah domisili hukumnya" tidak dimaknai bahwa "Pengadilan Tinggi atas perintah Undang-Undang wajib mengambil sumpah bagi para Advokat sebelum menjalankan profesinya tanpa mengaitkan dengan keanggotaan Organisasi Advokat yang pada saat ini secara de facto ada, dalam jangka waktu 2 (dua) tahun sejak Amar Putusan ini diucapkan."
"Apabila setelah jangka waktu dua tahun Organisasi Advokat sebagaimana dimaksud Pasal 28 ayat (1) UU Advokat belum juga terbentuk, maka perselisihan tentang organisasi Advokat yang sah diselesaikan melalui Peradilan Umum," ujar Mahfud MD.
Putusan Mahkamah ini didasari oleh profesi Advokat pada dasarnya bukan karena adanya norma hukum yang terkandung dalam Pasal 4 ayat (1) UU Advokat, melainkan disebabkan oleh penerapan norma dimaksud sebagai akibat adanya Surat Mahkamah Agung yang melarang Pengadilan Tinggi mengambil sumpah para calon Advokat sebelum organisasi advokat bersatu.
Pasal 28 ayat (1) UU Advokat juga mengamanatkan adanya Organisasi Advokat yang merupakan satu-satunya wadah profesi Advokat, sehingga para Advokat dan organisasi-organisasi Advokat yang saat ini secara de facto ada, yaitu Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) dan Kongres Advokat Indonesia (KAI), harus mengupayakan terwujudnya Organisasi Advokat sebagaimana dimaksud Pasal 28 ayat (1) UU Advokat.
"Penyelenggaraan sidang terbuka Pengadilan Tinggi untuk mengambil sumpah bagi para Advokat sebelum menjalankan profesinya sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 4 ayat (1) UU Advokat merupakan kewajiban atributif yang diperintahkan oleh Undang-Undang, sehingga tidak ada alasan untuk tidak menyelenggarakannya," kata Hakim Konstitusi Abdul Mukthie Fadjar.
Pada sidang sebelumnya, Pemohon memohonkan uji materi ini karena merasa haknya tertutup secara hukum dan kecil kemungkinannya bagi para Kandidat Advokat (termasuk para Pemohon) untuk diangkat/disumpah sebagai advokat atau dengan perkataan lain nasibnya menjadi terkatung-katung dan tidak jelas, terlebih-lebih dengan terbitnya Surat Edaran Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 052/KMA/V/2009 bertangal 1 Mei 2009, yang intinya memerintahkan kepada Ketua Pengadilan Tinggi di seluruh Indonesia untuk menunda pengambilan sumpah bagi para kandidat advokat, hal tersebut menurut para Pemohon dianggap telah mencampuri terlampau jauh kewenangan organisasi advokat. (RN Bayu Aji)