Jakarta, MKOnline - Pada 2009, Mahkamah Konstitusi (MK) menegaskan dirinya sebagai pengawal demokrasi (the guardian of the democracy) dengan mengacu kepada prinsip menegakkan keadilan substantif. MK juga telah menjalankan fungsi menguji konstitusionalitas undang-undang. MK menilai dan menguji norma UU apakah berlawanan dengan konstitusi sebagai hukum tertinggi (fundamental law).
Demikianlah yang diungkapkan oleh ketua MK Mahfud MD, didampingi oleh Wakil Ketua MK dan para Hakim Konstitusi saat menggelar konferensi pers yang bertajuk Refleksi Kinerja MK 2009 dan Proyeksi 2010 di gedung MK, Selasa (29/12).
Di hadapan para pimpinan redaksi dan para jurnalis media cetak, elektronik, serta online yang hadir pada acara tersebut, Mahfud menjelaskan bahwa MK juga kewenangan MK untuk memutus perkara perselisihan hasil pemiliha umum (PHPU) Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah sepanjang 2009 telah dilakukan terhadap 12 perkara. “Selain itu, MK juga menyelesaikan Perkara Perselisihan Hasil Pemilu Legislatif sebanyak 69 perkara dan 2 perkara Perselisihan Hasil Pemilu Presiden (656 kasus),” lanjutnya.
Produk hukum seperti undang-undang, menurut Mahfud, meski ditetapkan oleh Pemerintah dan DPR dengan cara demokratis, akan tetapi belum tentu hasilnya mencerminkan nilai-nilai dari cita hukum dan nilai-nilai konstitusi.
“Pengalaman masa lalu membuktikan hal tersebut. Prinsip penegakan keadilan dalam proses peradilan itulah yang saat ini digali MK sedalam-dalamnya untuk mewujudkan keadilan substantif (substantive justice) di masyarakat dan tidak terbelenggu dengan apa yang ditetapkan undang-undang (procedural justice),” tegas Mahfud.
Dengan demikian, menurut Mahfud, MK berperan dalam menjaga keseimbangan antara negara demokrasi dan nomokrasi.
Beberapa Putusan MK selama 2009 yang mencerminkan MK sebagai lembaga pengawal demokrasi dan penegak keadilan substantif antara lain sebagai berikut.
1. Putusan perkara pilpres yang dimohonkan oleh JK-WIN dan Mega-Prabowo (Perkara No.108 109/PHPU.B-VII/2008).
2. Penegasan Putusan Final Pemilukada Jawa Timur (Perkara No. 41/PHPU.D-VI/2008),
3. Pemilukada Bengkulu Selatan Batal Demi Hukum (Perkara No. 57/PHPU.D-VII/2008),
4. Pemungutan Suara Ulang Nias Selatan (perkara No. 28-65-70-82-84-89/PHPU.C-VII/2009),
5. Pemilu Sesuai Budaya Setempat di Yahukimo
6. Putusan Sela atas perkara PHPU legislatif di berbagai daerah,
7. Putusan Akhir Pelaksanaan Putusan MK,
8. Tafsir Penghitungan Tahap Ketiga (Perkara No.74-94-80-59-67/PHPU.C-VII/2009),
9. Penghitungan Tahap Kedua Konstitusional Bersyarat, Konstitusionalitas Parliamentary Threshold 2,5%, Presidential Threshold 20% dan Pemisahan Jadwal Pemilu (Perkara No.3/PUU-VII/2009,
10.Terpidana Dapat Menjadi Caleg (Perkara No.04/PUU-VII/2009),
11.Tafsir Pasal “Penyebaran Kebencian” KUHP (Perkara No. 7/PUU-VII/2009),
12.Larangan Publikasi Quick Count Inkonstitusional (Perkara No.9/PUU-VII/2009),
13.KTP dan Paspor sebagai Identitas Pemilih (Perkara No. 102/PUU-VII/2009),
14.Anggota DPD berhak menjadi Ketua MPR (Perkara No.117/PP-VII/2009),
15.Kasus uji materil UU KPK dengan Pemohon Bibit-Chandra (Perkara No.133/PUU-VII/2009),
(RN Bayu Aji)