Uji UU SBSN: Kedudukan Hukum Pemohon Masih Kabur
Selasa, 08 Desember 2009
| 08:00 WIB
Majelis Hakim Panel (kiri ke kanan) Harjono, Arsyad Sanusi, dan Achmad Sodiki tampak serius memperhatikan penjelasan perbaikan permohonan Bastian Lubis yang meminta pengujian UU SBSN, Senin (7/12), di ruang sidang panel MK. (Humas MK/Annisa Lestari)
Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar pengujian terhadap Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara (UU SBSN), Senin (7/12), di ruang sidang panel MK. Perkara yang diregistrasi Kepaniteraan MK dengan Nomor 143/PUU-VII/2009 ini diajukan oleh Bastian Lubis yang berprofesi sebagai dosen.
Pemohon memperbaiki permohonannya yang semula memohon pengujian terhadap sembilan pasal dalam UU SBSN, yakni Pasal 10 ayat (1), Pasal 10 ayat (2), dan Pasal 10 ayat (3), Pasal 11 ayat (1), Pasal 11 ayat (2), Pasal 11 ayat (3), Pasal 11 ayat (4), Pasal 12 ayat (1) dan Pasal 12 ayat (2). "Dalam perbaikan permohonan, kami tidak lagi mengajukan Pasal 12. Cukup hanya Pasal 10 ayat (1) dan (2) dan Pasal 11 ayat (1)," jelas Bastian. Bastian juga memperbaiki norma UUD 1945 yang digunakan sebagai alat uji. "Seperti saran Majelis Hakim Panel pada sidang lalu, kami tidak lagi sapujagat. Kami hanya menggunakan dua norma, yakni Pasal 28 H ayat (2) dan Pasal 34 ayat (3)," jelasnya.
Menanggapi perbaikan yang dilakukan Pemohon, Ketua Majelis Hakim Panel Arsyad Sanusi mengungkapkan bahwa Pemohon belum menjelaskan mengenai kerugian konstitusional yang dialaminya. "Kerugian konstitusional yang dialami Pemohon merupakan landasan kedudukan hukum bagi Pemohon. Jika hal itu tidak dijelaskan, maka kedudukan hukum Pemohon menjadi kabur," ujarnya.
Sementara Hakim Konstitusi Harjono mempermasalahkan permohonan pengganti yang tidak lengkap secara teknis. "Dalam permohonan pengganti, Pemohon tidak menyertakan kewenangan MK dan Kedudukan Pemohon, tetapi langsung pada substansial permohonan. Permohonan pengganti ini lebih baik di-renvooi menjadi pelengkap permohonan," katanya.
Harjono juga meminta bukti atas kemungkinan akan terjadinya Utang Gagal Berbayar seperti kecurigaan Pemohon. "Kalau memang pernah terjadi Utang Gagal Berbayar di Indonesia, Anda buktikan. Jangan mengacu pada apa yang terjadi di Abu Dhabi," paparnya.
Majelis Hakim Panel mensahkan empat alat bukti yang diajukan Pemohon. Pemohon juga diberi waktu hingga pukul 17.00 WIB hari ini (Senin) untuk memperbaiki jika ingin meneruskan permohonannya pada sidang selanjutnya. (Lulu A.)