Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang Nomor 144/PUU-VII/2009 tentang pengujian terhadap Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UU Kepailitan), Senin (30/11), di Ruang Sidang Panel Gedung MK.
Dalam permohonannya, Pemohon mendalilkan bahwa Pasal 16 ayat (1) UU Kurator sepanjang frasa "meskipun terhadap putusan tersebut diajukan Kasasi atau Peninjauan Kembali" bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945. Pasal 16 ayat (1) UU Kurator menyatakan "Kurator berwenang melaksanakan tugas pengurusan dan/atau pemberesan atas harta pailit sejak tanggal putusan pailit diucapkan meskipun terhadap putusan tersebut diajukan Kasasi atau Peninjauan Kembali".
Adanya rumusan pasal yang memberikan kewenangan kepada Kurator yang sangat luas, menurut Kuasa Hukum Pemohon, Chundry Sitompul, berpotensi menimbulkan kerugian besar bagi Pemohon selaku Debitur Pailit. "Hal ini akan mengancam dinegasikannya hak-hak dasar Pemohon beserta seluruh pihak yang terkait atas keputusan pailit yang pada kenyataannya masih belum mempunyai kekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde) dalam Perkara Pailit Nomor 52/Pailit/2009/PN.Niaga.JKT.PST tanggal 14 Oktober 2009," ujarnya.
Menurut Pemohon, dengan adanya Pasal 16 ayat (1) UU Kepailitan membuat kedudukan Debitur Pailit sangat lemah. "Meskipun Debitur Pailit mengajukan Kasasi atau Peninjauan Kembali terhadap Putusan Pailit, Kurator tetap dapat melaksanakan pemberesan harta pailit, sehingga tidak ada kepastian hukum," jelas Chundry.
Kurator, Lanjut Chundry, sangat berpotensi menyalahgunakan kewenangan dalam pasal a quo karena Kurator bebas menentukan kehendaknya sendiri dan tidak terbatas dalam hal menjual, menyewakan, melelang, dan menentukan harga atas harga Debitur Pailit. Oleh karena itu, dalam provisinya, Pemohon meminta kepada MK agar menunda berlakunya ketentuan Pasal 16 ayat (1) sampai ada keputusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, "atau memerintahkan penghentian sementara penggunaan kewenangan Kurator dalam menjalankan kewenangannya dalam Perkara Pailit Nomor 52/Pailit/2009/PN.Niaga.JKT.PST tanggal 14 Oktober 2009 sampai adanya putusan akhir dari MK dalam perkara a quo," jelasnya.
Majelis Hakim Panel meminta agar kerugian konstitusional yang dialami Pemohon dijelaskan secara rinci. Majelis Hakim memberikan waktu selama 14 hari kepada Pemohon untuk memperbaiki permohonan. (Lulu A.)