Malang, MKOnline - Rata-rata setiap minggu pasti ada pengaduan di Mahkamah Konstitusi (MK) menyangkut hak konstitusional warga negara yang sudah diputus final di tingkat pengadilan tetapi nyata-nyata melanggar hak konstitusi.
Demikian disampaikan Ketua MK Moh. Mahfud MD dalam seminar bertajuk “Mekanisme Constitutional Question sebagai Sarana Menjamin Supremasi Konstitusi”, Sabtu (21/11), di Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Malang.
Mahfud menyontohkan, jika ada orang yang menang melawan pemerintah di pengadilan, tapi pemerintah tidak mau mematuhi putusan pengadilan itu, “maka siapa yang bisa mengadili hal itu? MK menurut Undang-Undang Dasar tidak punya kewenangan menangani kasus seperti itu. Kalau di Jerman, itu masuk ranah constitutional complaint, tapi kita belum punya (wewenang itu),” papar Guru Besar Politik Hukum ini.
Lalu, lanjut Mahfud, ada lagi kasus seseorang diajukan ke pengadilan dengan didasarkan pada undang-undang yang konstitusionalitasnya masih dipertanyakan. Mahfud menyontohkan saat seorang tokoh nasional, Rizal Ramli, diproses hukum dalam dugaan penghasutan terhadap pemerintah. Ketika diproses, Rizal mempertanyakan apakah pasal yang disangkakan kepadanya itu konstitusional atau tidak, karena pasal pidana itu buatan Belanda.
Terhadap kasus tersebut, urai Mahfud, jika ada mekanisme constitutional question, maka jika hakim pengadilan umum ragu pasal itu konstitusional atau tidak, maka sebelum memutus, hakim yang bersangkutan tanya dulu ke MK, “dan MK akan menjawabnya,” kata Mahfud.
Kasus seperti ini, sambung Mahfud, sekarang banyak muncul sebagai bagian dari perkembangan hukum sekaligus perkembangan problematika hukum di tanah air. Untuk itu, Mahfud berpendapat bahwa seminar ini penting diselenggarakan agar ditemukan formula yang tepat untuk memberlakukan constitutional complaint dan constitutional question ke dalam proses hukum di Indonesia. (Wiwik Budi Wasito)