Jakarta, MKOnline - Dalam memutuskan suatu perkara, Mahkamah Konstitusi (MK) tidak hanya berpegang pada hukum formal saja, namun juga berpegang pada keadilan subtansif. Hal ini disampaikan oleh Hakim Konstitusi Achmad Sodiki ketika menerima kunjungan mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Bengkulu, pada Senin (16/11), di Gedung MK.
Sodiki menjelaskan keadilan substansif inilah yang menjadi pegangan MK ketika memutus perselisihan hasil pemilu (PHPU) 2009 lalu. “MK berusaha menegakkan keadilan substansif dalam menangani setiap perkara termasuk putusan penggunaan KTP dan paspor sebagai alat pilih dalam pemilu,”ujarnya.
Selain itu, Sodiki menjelaskan mengenai kewenangan MK seperti yang tertuang dalam Pasal 24C UUD 1945. Kewenangan MK tersebut antara lain melakukan pengujian UU terhadap UUD 1945, memutus pembubaran parpol, mengadili sengketa lembaga negara yang kewenangannya diatur dalam UUD 1945, menyelesaikan sengketa hasil pemilihan umum, dan memutus perkara impeachment Presiden dan/atau Wakil Presiden. Dalam pengujian undang-undang, lanjut Sodiki, sebelumnya hanya terbatas menguji undang-undang sebelum reformasi. “Akan tetapi, sekarang MK sudah mendapat wewenang untuk menguji undang-undang pascareformasi,” jelasnya.
Sedangkan untuk Sengketa Kewenangan AntarLembaga Negara (SKLN), Sodiki mengungkapkan bahwa hanya lembaga negara tertentu yang persengketaan kewenangannya dapat diselesaikan di MK. “Hanya lembaga negara yang kewenangannya tercantum dalam konstitusi yang dapat mengajukan SKLN di MK,” katanya.
Disinggung mengenai sifat sidang MK, Sodiki menjelaskan bahwa beracara di MK tidak membutuhkan biaya, sederhana dan cepat. “MK mengutamakan kecepatan karena seperti PHPU, biasanya MK diberi batas waktu hanya 30 hari untuk menyelesaikannya. Sedangkan untuk pengujian undang-undang hanya 3 – 4 kali sidang saja,” jelasnya.
Sodiki juga mengungkapkan bahwa putusan MK bersifat final dan mengikat. “Mengikat tidak mengandung arti seperti dalam hukum pidana atau perdata yang berlaku hanya bagi Termohon atau terdakwa. Putusan MK bersifat mengikat bagi seluruh rakyat Indonesia,” pungkasnya. (Lulu A.)