Pemilihan umum ternyata masih menyisakan konflik. Setidaknya itu yang tergambar dari perkara Nomor 132/PUU-VII/2009 yang dimohonkan oleh Ir. H. Eri Purnomohadi, M.M., kepada Mahkamah Konstitusi (MK), Kamis (12/11). Sidang panel kedua yang mendengarkan perbaikan permohonan Pemohon itu dipimpin oleh Hakim Konstitusi Arsyad Sanusi dengan didampingi oleh Abdul Mukthie Fadjar dan Akil Mochtar selaku Hakim Anggota.
Kuasa Hukum Pemohon, Refly Harun, menyampaikan perbaikan permohonan yang mempermasalahkan Pasal 50 ayat (1) huruf k Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD (UU Pemilu).
Pasal 50 ayat (1) huruf k UU Pemilu tersebut berbunyi sebagai berikut: "Bakal calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota harus memenuhi persyaratan;..huruf (k). mengundurkan diri sebagai pegawai negeri sipil, anggota Tentara nasional Indonesia, anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, pengurus pada badan usaha milik negara dan/atau badan usaha milik daerah, serta badan lain yang anggarannya bersumber dari keuangan negara, yang dinyatakan dengan surat pengunduran diri yang tidak dapat ditarik kembali."
Dengan cermat Refly mengurai bahwa pasal a quo tersebut telah menyebabkan kerugian konstitusional Pemohon. "Pasal tersebut tidak jelas memaknai badan lain yang anggarannya bersumber dari keuangan negara," kata Refly. Refly juga menyatakan bahwa terdapat bukti surat keputusan Ketua Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Jawa Barat yang menyatakan bahwa Pemohon telah memiliki syarat sah sebagai calon anggota legislative pada daerah pemilihan Jawa Barat XI.
KPUD Jawa Barat pada mulanya telah menyatakan bahwa Eri Purnomohadi sebagai caleg yang memperoleh suara terbanyak. Namun kemudian berdasarkan laporan Bawaslu bahwa Eri masih menjadi anggota Komite di BPH Migas yang anggarannya terkait dengan APBN, maka kemudian KPU mencabut Eri dan menggantikannya dengan Caleg PAN yang memperoleh suara terbanyak kedua.
Pada kasus ini, Pemohon meminta putusan berlaku surut (retroaktif). Logika hukum yang dikemukakan Refly adalah keberadaan putusan MK sendiri yang memutus berlaku surutnya sebuah putusan. Putusan-putusan tersebut di antaranya adalah Putusan Nomor 012-016-019/PUU-IV/2006, Putusan Nomor 4/PUU-VII/2009, Putusan Nomor 102/PUU-VII/2009, dan Putusan Nomor 110-111-112-113/PUU-VII/2009 yang kesemuanya memberlakukan asas retroaktif dalam putusannya.
Eri Purnomohadi, Pemohon prinsipal, menambahkan bahwa keluarga dan konstituennya merasa bingung kenapa gerangan ia belum diangkat. "Konstituen saya menayakan kenapa saya tidak diangkat bukankah saya memperoleh suara terbanyak," kata Eri bersemangat.
Arsyad Sanusi dan Akil Mochtar mempertanyakan kenapa saran-saran hakim mengenai asas retroaktif tidak menjadikan dasar perbaikan permohonan Pemohon. "Apakah Pemohon tetap mempertahankan permohonannya sehingga tidak berubah tetap ingin retroaktif," kata Arsyad Sanusi meminta penjelasan.
Refly Harun kemudian menyatakan bahwa demi kemanfaatan bagi Pemohon maka Pemohon berkeyakinan bahwa putusan hakim mestinya berlaku surut. Setelah mendengar alasan Pemohon tersebut, Hakim Panel menyatakan sidang akan dilanjutkan kepada sidang pleno setelah membawa perkara ini ke dalam rapat permusyawaratan hakim (RPH). (Feri Amsari)