Pasal 18 ayat (3) UUD 1945 yang mengatur tentang DPRD yang anggota-anggotanya dipilih melalui pemilihan umum adalah memiliki kedudukan yang sama dalam hal dipilih dan memilih pimpinan DPRD.
Demikian ungkap Subhan Saputra dalam uji materi Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU Susduk) di ruang sidang panel Mahkamah Konstitusi (MK), Selasa (10/11). Perkara yang diregistrasi dengan nomor 142/PUU-VII/2009 ini dimohonkan oleh Subhan Saputra, Muhammad Fansyuri, dan Tajuddin Noor.
Menurut para Pemohon, pemberlakuan Pasal 354 ayat (2), (3), (4), (5), (6), (7), (8), (9) UU Susduk merugikan hak konstitusionalnya. Mereka beranggapan bahwa hak anggota DPRD, baik yang berasal dari partai politik yang memperoleh kursi terbanyak maupun sedikit, tidak boleh tertutup peluangnya untuk menjadi pimpinan lembaga tersebut oleh norma apapun sehingga tak perlu pula ada keistimewaan tersendiri kepada sebagian anggota DPRD yang memperoleh kursi terbanyak.
Mereka juga menggugat frasa "yang berasal dari partai politik berdasarkan urutan perolehan kursi terbanyak di DPRD kabupaten/kota" yang terkandung dalam pasal yang diujimaterikan, karena hal itu membuat para anggota DPRD tidak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan untuk dipilih dan memilih.
Dengan demikian, menurut Subhan, pasal a quo bertentangan dengan Pasal 28D ayat (3) UUD 1945 mengenai jaminan kepastian hukum yang adil dan perlakuan yang sama di hadapan hukum.
Pemohon dalam petitumnya menginginkan MK menerima dan mengabulkan permohonannya serta menyatakan Pasal 354 ayat (2), (3), (4), (5), (6), (7), (8), (9) UU Susduk bertentangan dengan UUD 1945 serta menyatakan bahwa untuk pengisian jabatan pimpinan DPRD harus kembali mengacu kepada Pasal 73 ayat (1) UU No. 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD.
Menanggapi permohonan tersebut, Majelis Sidang Panel memberikan nasehat kepada Pemohon supaya mencermati dan memperbaiki permohonannya terkait ada-tidaknya kerugian khusus yang Pemohon alami secara langsung maupun potensial akibat diberlakukannya UU a quo. "Saya melihatnya masih belum jelas dalam permohonan terutama mengenai legal standing (kedudukan hukum red.). Pemohon harus bisa mengkonstruksikan kerugian (konstitusional) tersebut," nasehat Hakim Konstitusi Akil Mochtar.
Untuk permasalahan petitum yang dimintakan kepada Mahkamah, Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati memberikan nasehat bahwa MK tidak berwenang untuk menyatakan dan kemudian memberlakukan Pasal dalam UU Susduk yang lama. Oleh sebab itu, Majelis Sidang Panel memberikan kesempatan 14 hari kepada Pemohon untuk memperbaiki permohonan. (RNB Aji)