Mahkamah Konstitusi (MK) melanjutkan sidang uji materi Pasal 31 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK) kembali digelar pada Selasa (3/11). Agenda persidangan kali ini untuk mendengarkan rekaman mengenai dugaan rekayasa kriminalisasi dua pimpinan KPK Chandra M. Hamzah dan Bibit Samad Rianto.
Sebelum dimulai pemutaran, Hakim Konstitusi Moh. Mahfud MD menjelaskan landasan hukum untuk mendengarkan perekaman dalam persidangan. "Setelah Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH), Mahkamah berdasarkan pada undang-undang yakni Pasal 17 UU No 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, UU No 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, dan UU No 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, maka diperbolehkan untuk mendengarkan rekaman penyadapan KPK dalam persidangan," katanya.
lebih lanjut, Mahfud MD menjelaskan bahwa Pasal 17 UU Keterbukaan Informasi menekankan bahwa badan publik wajib membuka informasi kecuali dapat menghambat proses hukum, mengungkap identitas, dan data intelijen kriminal serta membahayakan keselamatan penegakan hukum atau sarana prasarana penegak hukum. "Sedangkan menurut Pasal 40 UU MK menjelaskan bahwa persidangan di MK adalah terbuka untuk umum. Jadi kami Majelis Hakim memutuskan rekaman tersebut diperdengarkan secara umum," lanjut Mahfud MD
Rekaman Pencatutan SBY
Durasi rekaman yang diserahkan kepada MK berlangsung selama 4,5 jam. Rekaman tersebut juga disertai transkrip sebanyak 9 bendel yang isinya antara lain percakapan Anggodo dalam skenario meminta penyelesaian permasalahan melalui Kejaksaan, pencatutan SBY, permintaan bantuan kepada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), strategi suap menjadi pemerasan, dan pemberian fee terhadap pihak terkait (KPK).
Saat rekaman diperdengarkan secara umum dan terbuka, nama Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dicatut oleh seorang yang diduga bernama Ong Juliana Gunawan dalam sadapan percakapan dengan Anggodo.
"Tadi pak Ritonga telepon, besok dia pijet di Depok, pokoknya harus ngomong apa adanya semua, ngerti? Kalau gak gitu, kita yang mati, soalnya sekarang dapat dukungan dari SBY, ngerti gak. Semua dapat dukungan dari Pak Ritonga, yang jelas KPK itu nanti akan ditutup." ujar wanita yang diduga Ong Juliana tersebut.
Beberapa pihak juga diduga terkait dalam rekaman yang diputar di MK ini. Terdengar bahwa dalam rekaman itu menunjukkan dialog antara Anggodo dengan pria yang diduga kuasa hukumnya, Kosasih, penyidik Mabes Polri, Anggodo dengan Wisnu Subroto.
Selain itu disebut juga nama-nama seperti Kabareskrim Polri Susno Duaji dan Wakil Jaksa Agung Abdul Hadi Ritonga serta Ketut Sudiharja dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
Persidangan ini dihadiri pula oleh pihak Pemerintah yakni Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar, Tim Pencari Fakta bentukan Presiden antara lain Adnan Buyung Nasution, Koesparmono Irsan, Denny Indrayana, Todung Mulya Lubis, Anis Baswedan, Khomaruddin Hidayat, dan Hikmahanto Juwana. Sementara itu dari Pihak Terkait yakni KPK hadir langsung Plt. Ketua KPK Tumpak Hatorangan Panggabean, Anggota KPK M. Jasin, Mas Achmad Santosa dan Saidi Ramli.
Tanggapan
Sebelum persidangan ditutup, Mahkamah memerintahkan untuk memberikan tanggapan terhadap rekaman yang telah diputar dan didengarkan dalam persidangan. "Pemohon, Pihak Terkait, Pemerintah diharapkan memberikan tanggapan pada sidang selanjutnya," perintah Hakim Konstitusi Moh. Mahfud MD.
Sidang uji materi Pasal 31 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK) akan dilanjutkan pada hari Rabu (4/11) pukul 14.00 WIB dengan agenda mendengarkan keterangan Ahli dari Pemohon. (RNB Aji)