Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang panel pengujian Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK), Rabu (28/10), di ruang sidang panel MK. Sidang tersebut merupakan sidang perdana di MK yang berkaitan dengan pengujian Perppu.
MK sendiri berdasarkan Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 dan Pasal 10 ayat (1) UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang MK hanya berwenang menguji undang-undang terhadap UUD. Sidang panel kali ini dipimpin oleh Akil Mochtar beranggotakan Harjono dan Arsyad Sanusi.
Terkait permohonan Nomor 138/PUU-VII/2009 ini, Akil menasihati Pemohon dengan mengatakan bahwa sifat Perppu yang langsung berlaku telah menyebabkan akibat hukum. Jika perppu ditolak DPR maka Perppu tersebut tidak berlaku lagi, namun akibat hukum telah berlaku. Atas kondisi tersebut Akil meminta para Pemohon menjelaskan sebaik mungkin mengenai sifat berlaku Perppu tersebut dan kaitannya dengan UU.
Hakim Panel MK juga menilai bahwa isi permohonan terasa agak aneh dan tidak cermat. Permohonan tersebut dianggap oleh Hakim MK tidak sesuai dengan format pengujian UU. "Semestinya format permohonan disamakan dengan format permohonan pengujian UU," tutur Akil dalam persidangan.
Hal yang sama dikemukakan oleh Harjono bahwa permohonan Pemohon tidak jelas pasal yang akan di uji. Apakah menguji seluruh pasal-pasal yang ada di Perppu atau tidak, serta juga tidak jelas landasan uji dari pasal-pasal UUD 1945 yang digunakan.
Harjono juga menjelaskan bahwa terdapat kesalahan pernyataan dari Pemohon. Pemohon menyebutkan bahwa Perppu telah menyebabkan dua orang Wakil Ketua KPK di-non aktifkan. "Padahal yang benar Perppu tidak menonaktifkan anggota KPK, namun karena mereka non aktiflah maka Perppu dikeluarkan," kata Harjono, sehingga dalam persidangan tersebut para hakim MK meminta para Pemohon untuk lebih cermat dalam memperbaiki permohonannya. Hakim MK memberikan waktu selambat-lambatnya 14 hari bagi Pemohon memperbaiki permohonannya.
Saor Siagian, Pemohon yang merupakan anggota Perhimpunan Advokat Penjaga Konstitusi selepas persidangan menuturkan kepada wartawan bahwa sifat kegentingan memaksa yang menjadi alasan keluarnya Perppu adalah hal yang dibuat-buat. Saor juga menyebutkan bahwa sebagai sesama advokat, maka apa yang menimpa Chandra M. Hamzah yang diberhentikan sementara dapat juga terjadi kepada mereka. "Selama 32 tahun Orde Baru hanya dikeluarkan 4 Perppu, sedangkan SBY hanya dalam waktu 5 tahun sudah mengeluarkan 18 Perppu," kata Saor menjelaskan betapa mudahnya SBY mengeluarkan Perppu.
Sidang terhadap perkara ini akan kembali dilanjutkan apabila para Pemohon telah memperbaiki permohonannya. (Feri Amsari)