Uji UU KK, UU MA, dan UU MK. Permohonan Tidak Logis dan Tidak Konstitusional
Selasa, 27 Oktober 2009
| 15:58 WIB
Dari kiri ke kanan, Hakim Konstitusi Achmad Sodiki, Harjono, dan Maruarar Siahaan sedang memimpin sidang uji materi UU Kekuasaan Kehakiman, UU Mahkamah Agung, dan UU Mahkamah Konstitusi, Jumat (23/10), di ruang sidang panel MK. (Humas MK/Ardli Nuryadi)
Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang pengujian Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman (UU KK), Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung (UU MA) dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (UU MK), Jumat (23/10/2009). Pemohon adalah Dr. Andreas Hugo Pareira, dkk. dengan agenda pemeriksaan pendahuluan dengan dipimpin Harjono sebagai Ketua Panel dengan didampingi Maruarar Siahaan dan Achmad Sodiki. Dalam perkara Nomor 129/PUU-VII/2009 ini diuji tiga norma antara lain UU KK khususnya Pasal 11 ayat (2) huruf b yang menyatakan: "Mahkamah Agung mempunyai kewenangan: b) menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang." Lalu, Pasal 12 ayat (1) huruf a UU KK yang menyatakan: "Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk: a) menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945." Pada UU MA, Pemohon memohonkan Pasal 31 ayat (1) yang menyatakan: "Mahkamah Agung mempunyai wewenang menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang." Sementara pada UU MK, Pemohon mengujikan Pasal 10 ayat (1) huruf a yang menyatakan: "Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk: a) menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945." Dan, Pasal 55 "Pengujian peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang yang sedang dilakukan Mahkamah Agung wajib dihentikan apabila undang-undang yang menjadi dasar pengujian peraturan tersebut sedang dalam proses pengujian Mahkamah Konstitusi sampai ada putusan Mahkamah Konstitusi." Alasan Pemohon mengujikan tiga undang-undang di atas, karena pengujian peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang yang sedang dilakukan MA wajib dihentikan apabila UU yang menjadi dasar pengujian peraturan itu sedang dalam proses pengujian di MK, sampai ada putusan MK. Alasan mendasar lain, Pemohon sebagai calon anggota DPR RI mendasarkan Putusan MA No.15 P/HUM/2009 yang sudah berkekuatan hukum tetap, seharusnya mendapat hak yang dijamin konstitusi sebagai calon terpilih. Tapi, putusan MK No.110-111-112-113/PUU-VII/2009 menganulirnya sehingga dianggap merugikan Pemohon. Sebenarnya ada 15 poin alasan yang didalilkan Pemohon. Namun, dalam persidangan, Majelis Hakim Panel meminta Pemohon memperbaikinya. "Saya tidak melihat munculnya relasi logis dalam permohonan anda," urai Harjono. Hakim Maruarar Siahaan menyambung, "menurut saya, juga tidak nampak relasi konstitusionalnya." "Kami akan mendiskusikan dulu permohonan kami, karena pada dasarnya kami juga kesulitan mencari bagaimana caranya (memohonkan kepentingan konstitusional kami)," sahut Pemohon. (Yazid)