Jakarta, MKOnline - Sejak kehadirannya enam tahun silam, Mahkamah Konstitusi (MK) menjadi institusi negara yang paling mendapat sorotan. Putusan-putusan MK tak sedikit yang membuat kontroversi karena memicu perdebatan, meskipun banyak juga yang berkontribusi penting memperbaiki sistem ketatanegaraan. Demikian diungkapkan Hakim Konstitusi Achmad Sodiki saat menerima kunjungan siswa-siswi Madrasah Aliyah Asy-Syarifah Brumbung Mragen, Demak, pada Senin (26/10) di gedung MK.
“Disamping itu, posisi MK kerap dipertanyakan saat sembilan hakim konstitusi dapat menggugurkan produk undang-undang yang telah disepakati dan diputuskan oleh 550 anggota DPR bersama Presiden. Kewenangan MK yang dapat menyatakan inkonstitusionalitas suatu undang-undang, menyebabkan posisinya seolah berada di atas lembaga-lembaga lain terutama pembentuk undang-undang,” papar Sodiki.
Hal itulah, lanjut Sodiki, yang memunculkan pertanyaan bahwa MK telah mengambil-alih kedaulatan rakyat yang termanifestasikan ke dalam sistem perwakilan di DPR. Bahkan akhir-akhir ini sering dikatakan MK semakin menunjukkan diri sebagai lembaga yang paling berpengaruh, melebihi lembaga-lembaga negara lainnya.
“Bagaimana tidak, mulai dari membatalkan undang-undang, memutuskan perselisihan hasil pemilu hingga soal penetapan perolehan kursi anggota legislatif, semua diharuskan melalui ‘meja merah’ MK. Sehingga muncul pendapat, negara ini bukan lagi negara hukum melainkan negara hakim,” imbuh Sodiki.
Dalam kesempatan itu, Achmad Sodiki juga menerangkan secara panjang lebar mengenai fungsi dan wewenang MK yang antara lain melakukan pengujian UU terhadap UUD 1945, memutuskan pembubaran partai politik, memutuskan sengketa kewenangan konsitusional antarlembaga negara, memutuskan perselisihan hasil pemilu, dan sebagainya. (Nano Tresna A.)