Jakarta, MKOnline - Mahkamah Konstitusi (MK) menerima kunjungan rombongan calon diplomat dari Sekolah Staf dan Pimpinan Departemen Luar Negeri Pusdiklat Departemen Luar Negeri (Sesparlu), Selasa (20/10), di Gedung MK. kunjungan tersebut diterima langsung oleh Hakim Konstitusi Harjono.
Pada kesempatan tersebut, Harjono menjelaskan kepada peserta Sesparlu bahwa MK bukanlah lembaga superbody dengan kewenangan tak terbatas. Menurut Harjono, ada ketakutan pada sebagian rakyat Indonesia karena menganggap MK sebagai lembaga superbody dengan kekuasaan tidak terbatas. “Kewenangan MK dibatasi UUD 1945, kemudian MK juga diawasi oleh masyarakat. Jadi, tetap saja MK bukan lembaga superbody,” jelas Harjono di depan 25 orang peserta rombongan.
Di mata rakyat Indonesia, lanjut Harjono, MK merupakan lembaga peradilan yang terpercaya. Menurutnya, kepercayaan inilah yang menjadi kredibilitas MK di mata masyarakat. Untuk itu, MK akan terus berupaya agar kredibilitas ini tetap terjaga.
Harjono juga membahas mengenai fungsi dan kedudukan MK yang tertuang dalam pasal 24 UUD 1945. Keempat kewenangan tersebut di antaranya melakukan pengujian undang-undang terhadap UUD 1945, mengadili sengketa lembaga yang kewenangannya disebutkan dalam UUD 1945, melakukan pembubaran partai politik, menyelesaikan persengketaan hasil pemilu, serta memberikan putusan soal impeachment Presiden seandainya DPR menemukan bukti bahwa Presiden melakukan tindakan yang berlawanan dengan konstitusi.
Sebagian peserta yang berasal dari luar negeri, seperti Singapura, China, Malaysia dan Filipina ini tertarik dengan kewenangan MK soal impeachment presiden. Harjono menjelaskan bahwa kewenangan MK hanya sebatas membuktikan kesalahan Presiden yang diduga oleh DPR. “MK tidak mempunyai kewenangan memberhentikan presiden secara langsung. MK hanya mengadili dan menguatkan bukti yang diajukan DPR jika seandainya Presiden terlibat tindak korupsi atau tindak kriminal,” papar Harjono.
Menanggapi pertanyaan mengenai penyelesaian sengketa hasil Pemilu yang dilakukan bukan oleh KPU sebagai penyelenggara Pemilu, Harjono menyebutkan hal itu sebagai kewenangan MK. “Jika ada calon legislatif atau partai politik berkeberatan dengan hasil Pemilu yang ditetapkan KPU, maka dapat mengajukan sengketa hasil Pemilu ke MK. KPU tidak dapat menyelesaikan karena keputusan KPU-lah yang digugat,” jelas Harjono.
Mengenai tenggat waktu penyelesaian sengketa hasil Pemilu yang terbilang singkat (30 hari), MK berusaha memenuhi target yang ditetapkan undang-undang. “Tenggat waktu itu tercantum dalam Undang-undang. Sebagai penegak konstitusi, MK berusaha untuk mematuhinya sebaik mungkin,” tegas Harjono. (Lulu A.)