Jakarta, MKOnline - Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Moh. Mahfud MD, menyampaikan orasi ilmiah dalam sidang terbuka Senat Universitas Indonusa Esa Unggul, biasa dijuluki kampus emas, untuk Wisuda Lulusan Diploma III/IV, Strata 1, Strata 2, dan Program Internasional Tahun Akademik 2009, Kamis (15/10), di Jakarta.
Dalam orasinya bertema “Kedudukan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia dalam Mendorong Kehidupan Demokrasi di Indonesia”, Mahfud menjelaskan satu per satu kewenangan MK yang antara lain meliputi menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, menyelesaikan sengketa kewenangan antar lembaga negara yang kewenangannya diatur dalam Undang-Undang Dasar, membubarkan partai politik, menyelesaikan sengketa perselisihan hasil pemilihan umum, dan pemakzulan presiden dan/atau wakil presiden.
Terkait pengujian undang-undang, Mahfud menyebutkan bahwa semenjak MK berdiri telah menangani sebanyak 276 perkara dan 56 di antaranya dikabulkan. Dalam perkara sengketa kewenangan antar lembaga negara, MK belum pernah satupun mengabulkan perkara yang masuk.
Sementara dalam perkara sengketa hasil pemilu, dalam dua periode pemilu legislatif dan presiden/wakil presiden yaitu 2004 dan 2009, MK telah membuktikan diri sebagai lembaga hukum yang mampu menyelesaikan persoalan sengketa suara yang, sebelum adanya MK, tidak pernah ada jalur hukum untuk menuntaskannya.
Sejak berdirinya, Mahfud menerangkan bahwa MK memang belum pernah memeriksa perkara pembubaran partai politik yang hanya bisa dimohonkan oleh Pemerintah. Mahfud juga tidak mengharapkan ada perkara pemakzulan presiden dan/atau wakil presiden yang masuk ke MK. “Tapi konstitusi, melalui MK, memang perlu mengatur persoalan impeachment (pemakzulan red.) ini supaya tidak hanya diselesaikan lewat jalur politik semata sebagaimana telah menimpa presiden-presiden sebelumnya,” ungkap Mahfud.
Jangan Memperjudikan Nasib
Sebelum mengakhiri orasinya, Mahfud tak lupa berpesan kepada segenap wisudawan untuk terus memupuk tekad, semangat, dan kerja keras dalam menggapi cita-cita, serta jangan memperjudikan nasib karena cita-cita tidak akan terwujud jika tidak ada upaya.
Mahfud berkisah bahwa dia awalnya hanya anak desa yang bercita-cita menjadi guru agama. Namun setelah berproses hingga pendidikan tinggi, dia pun mengubah cita-citanya untuk menjadi dosen atau hakim. Namun kini, menurutnya, Tuhan telah memberinya anugrah yang bersifat ultra petita (melebihi dari yang dimohonkan). Mahfud tak hanya menjadi guru kecil tapi justru menjadi guru besar (professor) dan menjadi hakim sekaligus pimpinan lembaga penegak hukum. “Maka dari itu, buatlah rencana dan keinginan yang disampaikan kepada yang Maha Kuasa,” pesan Mahfud. (Wiwik Budi Wasito)