Mahkamah Konstitusi kembali gelar sidang uji Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi, Kamis (10/10), dengan agenda mendengarkan keterangan ahli dan saksi dari Pemohon dan Pemerintah serta pihak-pihak terkait.
Sejumlah LSM seperti Gerakan Integrasi Nasional, Perserikatan Solidaritas Perempuan, Majelis Adat Minahasa, dan lainnya yang tergabung dalam Tim Advokasi Bhinneka Tunggal Ika memohonkan perkara ini dengan nomor registrasi 17/PUU-VII/2009.
Dalam persidangan, Pihak Terkait Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang memberikan tanggapan atas kesaksian Pemohon pada sidang sebelumnya menjelaskan bahwa sejak awal MUI ikut serta mengusung RUU Pornografi. "Alasan utama kami adalah untuk menyelamatkan moral bangsa Indonesia," ujar Wirawan Adnan, Tim Penasehat Hukum MUI. Wirawan juga memaparkan bahwa di negara lain seperti Amerika pun memiliki UU Pornografi, yakni UU tentang Children Sexual Exploitation Crime.
Sebenarnya pihak MUI merasa kecewa dengan adanya UU Pornografi sekarang yang dinilai kurang mengakomodir usulan-usulan yang pernah mereka ajukan sebelumnya. Namun, dalam persidangan, MUI menilai bahwa keberadaan UU Pornografi yang sekarang ini jauh lebih baik daripada tidak ada sama sekali. "UU Pornografi melindungi seluruh masyarakat, karena itu kami memohon agar permohonan Pemohon tidak dapat diterima," pinta Wirawan.
Sementara itu, Pihak Terkait Kongres Wanita Indonesia (Kowani) yang berkesempatan menyampaikan tanggapan menyatakan bahwa permohonan para pemohon kurang tepat karena dianggap tidak bisa menjelaskan kerugian konstitusional apa yang dialami oleh Pemohon dengan berlakunya undang-undang a quo.
Memperkuat keterangan Pihak Terkait, Ahli dari Pemerintah Dr. Andre Mayza, seorang neuroscientist, menerangkan bahwa pornografi dapat mengakibatkan adiksi (ketagihan) yang tidak disebabkan karena kebutuhan, dan hal ini mengakibatkan kerusakan otak secara kimiawi.
Sementara itu, Ahli Pemerintah Pery Umar Farouk, seorang surveyor internet, mengemukakan bahwa selama lima tahun terakhir ini perilaku pornografi mengalami peningkatan. Tahun 2007 Indonesia berada di peringkat lima pengakses pornografi terbanyak. Tahun 2008 Indonesia naik di peringkat tiga. Bahkan, lanjut Pery, video porno mini yang banyak beredar saat ini banyak diakses oleh kalangan mahasiswa dan pelajar. "Perilaku pornografi di Indonesia memiliki nilai ekonomis tertentu. Karena itu, UU Pornografi dapat menjadi kesadaran virtual bahwa pornografi adalah masalah serius," simpulnya. (Yazid)