Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang uji materiil Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek, Selasa (29/9), di Ruang Sidang Pleno Gedung MK. Sidang Perkara Nomor 118/PUU-VII/2009 ini dimohonkan oleh Munardi Aminuddin Kurnadi melalui kuasa hukum Andreas Eno Tirtakusuma, dkk.
Dalam permohonannya, Pemohon mendalilkan Pasal 6 ayat (1) UU Nomor 15 Tahun 2001bertentangan Pasal 28D UUD 1945 karena nama “Sinar Laut Abadi” dan “Sinar Laut Perkakas” menjadi tidak terlindungi dan tidak ada kepastian sebagai milik Pemohon. Hal ini disebabkan ada pihak lain yang telah mendaftarkan merek “Sinar Laut” dan “Sinar Laut Mandiri” yang tercantum dalam surat Direktur Merek tertanggal 19 Januari 2009. “Kesamaan tersebut terletak pada kata pokok ‘Sinar Laut’,” jelas Andreas.
Pemohon juga merasa hak konstitusionalnya terlanggar akibat berlakunya Pasal 91 UU Nomor 15 Tahun 2001. Menurut Andreas, dengan adanya rumusan frasa dalam Pasal 91 yang menyatakan “…persamaan pada pokoknya dengan merek terdaftar milik pihak lain…”, maka penggunaan nama “Sinar Laut Abadi” dan “Sinar Laut Perkakas” oleh Pemohon menyebabkan seolah-olah Pemohon telah melakukan perbuatan tindak pidana. “Karena ketentuan Pasal 91 tersebut, Pemohon dilaporkan ke Polda Metro Jaya dengan dugaan perbuatan pidana merek dan diperiksa berdasarkan Surat Panggilan tanggal 3 Juli 2009,” jelas Andreas.
Andreas menjelaskan bahwa sebenarnya kliennya telah mendaftarkan “Sinar Laut Abadi” sebagai badan hukum miliknya pada Kantor Pendaftaran Perusahaan Kotamadya Jakarta Barat, akan tetapi karena Pemohon belum pernah memohonkan pendaftaran nama “Sinar Laut Abadi” sebagai nama merek miliknya, maka nama “Sinar Laut Abadi” tidak pernah masuk dalam Daftar Umum Merek. Hal ini merugikan Pemohon karena pihak manapun dapat mendaftarkan nama ‘Sinar Laut Abadi’ tersebut sebagai mereknya tanpa memerlukan persetujuan dari Pemohon ataupun badan hukum milik Pemohon. “Hal ini seperti tercantum dalam ketentuan Pasal 6 ayat (3) huruf a UU Nomor 15 Tahun 2001. Oleh karena itu, Pemohon merasa dirugikan dengan adanya ketentuan Pasal 6 ayat (3) huruf a ini,’ kata Andreas menambahkan.
Menanggapi permohonan Pemohon, salah satu Anggota Hakim Panel M. Akil Mochtar mempertanyakan kedudukan hukum Pemohon. “Sebenarnya yang merasa dirugikan itu siapa? Pemohon sebagai perorangan atau Badan Hukum? Karena dalam posita Pemohon seolah yang dirugikan adalah ‘Sinar Laut Abadi’ sebagai badan hukum, tapi yang mengajukan permohonan adalah Minardi Aminuddin Kurnadi,” tanyanya.
Sementara itu, Anggota Hakim Panel Maria Farida Indrati menganggap kerugian konstitusional Pemohon tidak jelas. “Pemohon sebenarnya mempermasalahkan antara UU Merek dengan UU Perseroan Terbatas. Lantas, apa kaitannya dengan konstitusi?” tanya Maria.
Ketua Hakim Panel Arsyad Sanusi menyarankan agar Pemohon memperjelas kedudukan hukumnya dan mensinkronkan antara posita dan petitum. “Jangan sampai ada ketidaksinkronan antara petium dengan posita. Jadi, Pemohon harus lebih cermat dan teliti,” tegas Arsyad.
Majelis Hakim Panel memberikan waktu 14 hari kepada Pemohon untuk memperbaiki permohonannya. (Lulu A.)