Jakarta, MKOnline - Tata cara pemilihan kepala daerah di Indonesia tidak harus seragam, karena konstitusi hanya meminta pemilihan kepala daerah dilaksanakan “secara demokratis”. Makna “secara demokratis” ini bisa diinterpretasikan beragam sesuai dengan kehidupan sosial-kultural masyarakat setempat, dan tidak hanya dimaknai sebatas dipilih secara langsung oleh rakyat atau secara perwakilan melalui anggota DPRD semata. Demikian disampaikan oleh Hakim Konstitusi Harjono ketika memberi ceramah kepada Anggota DPRD Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, periode 2009-2014, Sabtu (12/9), di Malang, Jawa Timur.
Harjono mencontohkan, di Sumatera Barat terdapat lembaga adat Ninik-Mamak dan di Bali terdapat lembaga adat Subak. “Mengapa tidak, ketika memilih gubernur, lembaga adat tersebut diberi wewenang untuk ikut menentukan, diberi hak memilih. Jadi apa yang ada di Bali tidak harus sama dengan yang ada di Sumatera Barat,” terangnya.
Mengenai pemilihan kepala daerah, Harjono menerangkan bahwa MK dalam putusannya pernah menyatakan baik pemilihan kepala daerah akan dilaksanakan secara langsung oleh rakyat atau dipilih oleh DPRD, itu sepenuhnya menjadi pilihan kebijakan para pembuat undang-undang yaitu DPR. “Yang tidak boleh adalah ketika (kepala daerah) ditunjuk. Kepala daerah harus dipilih (secara) demokratis,” tegas Harjono. Sementara masalah kerawanan politik dan biaya sosial yang tinggi, itu sepenuhnya menjadi pertimbangan DPR, dan MK tidak bisa campur tangan.
Cara lain terkait pemilihan Gubernur, jika ingin dipilih menggunakan sistem perwakilan, Harjono menerangkan bahwa di tingkat provinsi telah ada komponen-komponen yang mencerminkan demokrasi, yaitu DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, dan anggota DPD. “Ini juga bernilai untuk memilih gubernur. Inilah yang menggantikan supaya Gubernur tidak hanya dipilih anggota DPRD yang sedikit jumlahnya, dan rakyat yang terlalu banyak jumlahnya,” jelasnya.
Sedangkan untuk memilih Bupati dan Walikota melalui sistem perwakilan, Harjono mengusulkan supaya hal itu dilakukan dengan terlebih dahulu menghidupkan fungsi lembaga Rukun Tetangga dan Rukun Warga (RT/RW) sebagai perwakilan. “RT/RW bisa mempunyai hak pilih yang terkecil,” ujarnya. (Wiwik Budi Wasito)