Jakarta, MKOnline - Sebanyak 100 mahasiswa Fakultas Hukum UI melakukan kunjungan ke Mahkamah Konstitusi (MK) pada Kamis (10/9). Kehadiran mereka, selain mendengarkan ‘kuliah’ hukum tata negara dari Hakim Konstitusi Maruarar Siahaan SH, juga mengunjungi perpustakaan serta fasilitas-fasilitas lainnya di MK seperti dome maupun ruang sidang. Banyak mahasiswa UI yang merasa puas dengan kunjungan tersebut.
Sudah menjadi tradisi, MK menerima kunjungan para tamu dari berbagai elemen masyarakat, tokoh dari dalam dan luar negeri, termasuk dari kampus. Dalam kesempatan kali ini, para mahasiswa semester pertama Fakultas Hukum UI berkunjung ke MK. Utamanya, mereka ingin lebih memahami sejarah MK, perihal hukum tata negara, serta berbagai pengalaman pribadi dari Maruarar Siahaan.
Sebelum memaparkan makalah berjudul “Beberapa Perkembangan Hukum Acara Mahkamah Konstitusi Dalam Praktik” di hadapan adik kelasnya yang sedang mengikuti salah satu kegiatan orientasi mahasiswa baru tersebut, terlebih dahulu Pak Maru, yang juga lulusan FHUI tahun 1967, menuturkan berbagai pengalaman pribadi semasa kuliah. Pada 1966 misalnya, saat kelahiran gerakan mahasiswa yang menuntut perubahan kebijakan pemerintahan, ia bersama teman-temannya termasuk mahasiswa yang ambil bagian dalam menyuarakan tuntutan amanat penderitaan rakyat atau “ampera”. Selain itu, Maruarar menceritakan pengalamannya mendapatkan program beasiswa di luar negeri. Kala itu, ia harus menjalani studi dengan terencana, hemat, karena biaya hidup yang cukup tinggi.
Bicara mengenai pengalaman pertamanya diminta menjadi hakim konstitusi, ia mengaku ‘kecelakaan’. Betapa tidak, Agustus 2003 ia baru saja diangkat menjadi Ketua Pengadilan Tinggi Medan. Tak berselang lama, ia mendapat telepon dari Ketua MA saat itu, Bagir Manan, perihal kesediaannya menjadi hakim konstitusi. Maruarar justru balik bertanya soal alasan ia dipilih, apalagi bidang ilmunya bukan jurusan hukum tata negara. Namun, pada akhirnya ia bersedia menjadi hakim Konstitusi.
Setelah bicara cukup panjang lebar mengenai pengalaman pribadi, barulah Maruarar membahas persoalan utama perihal perkembangan hukum acara MK. Misalnya, ia mengulas perkembangan dan dinamika MK, sejarah lahirnya MK dan hal-hal terkait lainnya. Disamping itu, ia membahas putusan MK yang menyatakan Pasal 50 UU MK bertentangan dengan UUD 1945, yang oleh banyak orang dianggap sebagai tidak patut, karena MK memperbesar sendiri kewenangannya.
Pembahasan secara teoritis dan mendasar juga diungkap Maruarar, antara lain mengenai ultra petita, wewenang pengawasan Komisi Yudisial, perselisihan hasil pemilukada, kewenangan MK, kedudukan hukum yang berhak menjadi pemohon, hingga mengenai implementasi Putusan MK. Semua materi tersebut dikaji dengan detail dan disampaikan dengan bahasa yang lugas namun mudah dimengerti oleh para mahasiswa baru tersebut. Selesai pertemuan dengan Maruarar Siahaan, para mahasiswa Fakultas Hukum UI mengunjungi perpustakaan MK serta fasilitas-fasilitas persidangan MK. (Nano Tresna A.)