Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan tidak dapat menerima permohonan uji materi Pasal 1 angka 4 UU 22/2007 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum (UU Pemilu) dan Pasal 56 ayat (1) UU 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda), Rabu (8/9), di ruang sidang pleno MK.
Dalam putusannya, MK menjelaskan bahwa Pemohon, Trijono Hardjono, dkk. tidak bisa menunjukkan dan membuktikan kerugian konstitusional yang diakibatkan oleh pemberlakuan undang-undang yang diuji materikan. "Pemohon tidak dapat mendalilkan posisi dirinya secara spesifik apakah sebagai calon kepala daerah atau sebagai pemilih," kata Hakim Konstitusi Maruarar Siahaan.
Maruarar juga menambahkan bahwa tidak ada hubungan sebab akibat antara kerugian yang didalilkan Pemohon dan berlakunya UU a quo. "Pemohon juga mengakui bahwa dirinya bukan sebagai calon yang maju untuk menjadi kepala daerah atau wakil kepala daerah," tambahnya.
Menimbang bahwa terlepas dari masalah kedudukan hukum, Mahkamah menilai bahwa Pemohon tidak bisa menunjukkan keterkaitan permohonan dengan masalah konstitusionalitas. "Persoalan yang dikemukakan oleh Pemohon adalah tentang pengelolaan Pasar Turi yang lebih pada tatanan implementasi penyelenggaraan pemerintahan. Sedangkan persoalan alokasi APBD yang telah "diijonkan" atas pembangunan Pasar Turi untuk biaya pemilihan calon kepala daerah tidak dapat dijadikan dasar untuk menyatakan inkonstitusionalitasnya norma yang diuji," ungkap Maruarar.
Selain itu, Mahkamah menilai persoalan yang diajukan oleh Pemohon yang merupakan kerugian ekonomi bukanlah kerugian hak konstitusionalitas di bidang politik atas berlakunya norma yang dimohonkan pengujiannya. "Dengan demikian permohonan Pemohon tidak beralasan sehingga pokok permohonan tidak dipertimbangkan," tegas Ketua Majelis Hakim Moh. Mahfud MD di akhir pembacaan putusan.
Pemohon dalam persidangan sebelumnya mendalilkan bahwa pemilihan umum kepala daerah (pemilukada) secara langsung akan menghasilkan pemerintahan yang korup. Pemilukada juga menghasilkan kepemimpinan yang bersifat local authoritarian akibat dari tidak tercapainya sistem demokrasi sesuai dengan amanat UUD 1945.
Trijono selaku Pemohon mencontohkan kasus di Surabaya. Ketika Pasar Turi terbakar, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono hendak menemui Walikota Surabaya Bambang D.H., namun Walikota tidak mau menemuinya. Hal Ini menunjukkan betapa implikasi pemilukada membuat kepala daerah tidak mempedulikan sistem yang ada di atasnya. "Semua berjalan sendiri-sendiri karena berpikiran bahwa saya (walikota/bupati red.) terpilih atas rakyat bukan atas Gubernur ataupun Presiden," kata Trijono saat itu. (RNB Aji)