Menggugat Ketaksetaraan DPD dan DPR
Sabtu, 05 September 2009
| 09:16 WIB
Kuasa Hukum DPD, Todung Mulya Lubis (tengah), sedang menjelaskan isi permohonan uji Undang-Undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD, dalam sidang pemeriksaan pendahuluan, Jumat (4/9), di ruang sidang pleno MK. (Humas MK/Andhini SF)
Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang uji materi UU 27/2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD, Jumat (4/9), di ruang sidang pleno MK. Uji materi perkara No. 117/PUU-VII/2009 tersebut dimohonkan oleh anggota DPD terpilih yakni Wahidin Ismail (Papua Barat), Marhany Victor Poly (Sulawesi Utara), Sri Kadarwati, K.H. Sofyan Yahya (Jawa Barat), dan Intsiawati Ayus (Riau).
Dalam permohonannya, norma yang diujimaterikan adalah Pasal 14 ayat (1) yang berbunyi: “Pimpinan MPR terdiri atas 1 (satu) orang ketua yang berasal dari DPR dan 4 (empat) orang wakil ketua yang terdiri atas 2 (dua) orang wakil ketua berasal dari anggota DPR dan 2 (dua) orang wakil ketua berasal dari anggota DPD yang ditetapkan dalam sidang paripurna MPR”.
Pemohon mendalilkan adanya ketidaksetaraan antara DPD dan DPR dalam struktur kepemimpinan di MPR. Ketentuan Pasal 14 ayat (1) mendudukkan anggota MPR yang berasal dari DPD lebih rendah dibandingkan dengan kedudukan anggota MPR yang berasal dari DPR. “Secara tegas pasal tersebut menyatakan bahwa ketua MPR harus berasal dari anggota DPR,” ungkap Kuasa Hukum Pemohon, Todung Mulya Lubis.
Oleh karenanya, para Pemohon mendalilkan bahwa mereka sebagai Warga Negara Indonesia (WNI) yang terpilih menjadi anggota DPD telah dirugikan hak konstitusionalnya oleh Pasal tersebut. Para Pemohon menilai frasa kata “yang berasal dari DPR” bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 karena tidak memberikan kepastian hukum yang adil dan perlakuan yang sama di hadapan hukum. “Sebagai anggota MPR seharusnya kita (DPD dan DPR, red.) memiliki hak yang sama dalam memilih dan dipilih sebagai ketua MPR,” lanjut Todung.
Dalam petitumnya, Pemohon menginginkan agar MK mengabulkan permohonannya. “Kemudian menyatakan Pasal 14 ayat (1) sepanjang menyangkut frasa ‘yang berasal dari DPR’ bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat,” tegas Todung.
Sementara itu, Majelis Sidang Panel yang diketuai Hakim Konstitusi Abdul Mukthie Fadjar memberikan nasehat kepada para Pemohon untuk mengganti barang bukti dari Rancangan UU menjadi UU yang telah disahkan. “Untuk substansinya, Mukthie meminta para Pemohon menjelaskan apakah otoritas anggota DPD tereduksi apabila ketua MPR berasal dari DPR.
Persidangan uji materi ini akan dilanjutkan 9 September 2009 pukul 14.00 WIB dengan agenda mendengarkan keterangan saksi, Pemerintah, DPR, dan ahli. Dalam persidangan yang akan datang, pemohon berencana menghadirkan ahli Tata Negara dan Politik, antara lain, Arbi Sanit, Fajrul Falaakh, dan Saldi Isra. (RNB Aji).