Calon Advokat Meminta Pelaksanaan Norma
Kamis, 03 September 2009
| 15:02 WIB
Hakim Konstitusi Maruarar Siahaan (kiri) sedang memberi nasihat kepada Pemohon uji UU Advokat, Kamis (3/9), di ruang sidang pleno MK. (Humas MK/Ardli N)
Sebelum menjalankan profesinya, Advokat wajib bersumpah menurut agamanya atau berjanji dengan sungguh-sungguh di sidang terbuka Pengadilan Tinggi di wilayah domisili hukumnya.
Kalimat di atas ialah isi dari Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat yang dimohonkan untuk diuji di Mahkamah Konstitusi (MK) oleh para calon Advokat H. F. Abraham Amos, Djamhur, dan Rizki Hendra Yoserizal.
Selama ini, menurut Abraham, pasal tersebut tidak pernah dilaksanakan sehingga para Pemohon merasa hak konstitusionalnya dilanggar. Untuk itu, dalam sidang perbaikan permohonan ini, Kamis (3/9), para Pemohon meminta MK mengeluarkan putusan supaya pasal tersebut dilaksanakan.
Menanggapi permintaan itu, Ketua Panel Hakim Abdul Mukthie Fadjar menjelaskan bahwa putusan MK tidak ada yang memerintahkan melaksanakan norma. “Pengujian undang-undang itu untuk memutus apakah suatu norma undang-undang itu bertentangan dengan Undang-Undang Dasar atau tidak,” paparnya.
Merespon penjelasan hakim, Abraham menegaskan bahwa secara substansial Pasal a quo tidak bertentangan dengan konstitusi. “Akibat Pasal 4 Ayat (1) tidak dilaksanakan, kami menganggap hak konstitusional kami dilanggar. Kami berpendapat sama bahwa pasal itu tidak perlu dihapuskan tetapi harus dilaksanakan,” ulangnya.
Sementara itu, Hakim Anggota Panel Maruarar Siahaan, menjelaskan bahwa organisasi advokat bersifat mandiri. Untuk itu, mengutip alasan permohonan Pemohon, Maruarar menasihati bahwa Pemohon seharusnya mempersoalkan mengapa advokat harus bersumpah di pengadilan tinggi. “Itu kan sesuatu yang menghambat, dan dilihat dari konstitusi itu bagaimana?” kata Maruarar.
Terkait permintaan Pemohon untuk menegakkan norma, Maruarar kembali menegaskan bahwa putusan MK tidak berformat seperti itu. Putusan MK, jelas Maruarar, akan menyatakan suatu norma tidak berlaku mengikat kalau terbukti bertentangan dengan konstitusi. “Tapi perkembangan terakhir, ada interpretative decision yang ditelurkan oleh Mahkamah. (Pasal) ini bertentangan dengan konstitusi kalau tidak ditafsirkan seperti (putusan Mahkamah) ini,” jelas Maruarar.
Menanggapi kembali penjelasan Hakim, Abraham kemudian mengubah kembali petitum permohonannya. “Kalau begitu, kami (perbaiki) on the spot meminta Pasal 4 ayat (1) ini harus di-drop (dibatalkan, red.) dan (penyumpahan) dikembalikan kepada organisasi Advokat,” jawabnya.
Oleh karena sudah melewati tenggat waktu perbaikan permohonan, maka Majelis Hakim hanya memberi tambahan waktu bagi Pemohon untuk memperbaikinya hari itu juga hingga pukul 14.30 WIB. (Wiwik Budi Wasito)