Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang permohonan pengujian UU Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UU Kepailitan), Rabu (2/9), di Ruang Pleno Gedung MK. Sidang Perkara Nomor 19/PUU-VII/2009 ini mengagendakan mendengar keterangan saksi/ahli dari Pemohon dan Pemerintah serta Pihak Terkait Federasi Ikatan Serikat Buruh Indonesia (FISBI).
Pemohon adalah Tafrizal Hasan Gewang dan Royandi Haikal. Pihak Pemerintah diwakili Direktur Litigasi Dephukham Qomaruddin dan Kabag Penyajian pada Sidang MK Mualimin Abdi. Pihak Terkait FISBI diwakili Kuasa Hukumnya Andi M. Asrun, Merlina, Lusi Hary Mulyanti, Ketua FISBI M. Komaruddin, dan Sekretaris Umum FISBI Muhammad Hafidz.
Kedua Pemohon ialah Kurator yang menganggap Pasal 15 ayat (3) UU Kepailitan yang menyatakan: “Kurator yang diangkat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus independen, tidak mempunyai benturan kepentingan dengan Debitor atau Kreditor, dan tidak sedang menangani perkara kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang lebih dari 3 (tiga) perkara”, melanggar hak konstitusional mereka.
Alasan Pemohon, kalimat terakhir rumusan di atas dapat ditafsirkan untuk membatasi kerja Kurator dalam menerima atau menangani perkara. Mereka berharap MK mengabulkan permohonannya supaya nantinya Kurator bisa menangani lebih dari tiga perkara.
Menanggapi permohonan tersebut, Pemerintah dalam keterangan tertulis yang ditandatangani oleh Kuasa Hukum Presiden, Menteri Hukum dan HAM Andi Mattalatta dan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, dan dibacakan oleh Qomaruddin, menyatakan bahwa Pasal 15 ayat (3) telah memberikan jaminan kepastian hukum terhadap proses pemberesan harta pailit agar baik debitor maupun kreditor memperoleh perlakuan yang seimbang, penyelesaian yang cepat, tepat, dan akurat, “yang pada gilirannya dapat mewujudkan keadilan bagi para pihak yang berkepentingan,” terang Qomaruddin.
Turut menanggapi permohonan Pemohon, Hakim Konstitusi Akil Mochtar menanyakan di manakah sifat diskriminatif Pasal 15 ayat (3) itu. Menjawab hal tersebut, Pemohon menuturkan bahwa hak penanganan perkara kepailitan memang sudah menjadi kapasitas Kurator. “Jika dibatasi, maka sama saja dengan membatasi potensi pekerjaan warga negara,” jelas Tafrizal.
Oleh karena pada sidang ini para Ahli dari Pemohon, Pemerintah, dan Pihak Terkait tidak hadir, maka sidang lanjutan rencananya akan mendengarkan keterangan Ahli. “Namun, jika Majelis menganggap cukup, maka sidang berikutnya adalah pembacaan putusan,” kata Ketua Majelis Hakim, Mahfud MD. (Yazid/MH)