Jakarta, MKOnline – Setelah memberikan putusan akhir atas perkara perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) hasil pemungutan dan ppenghitungan suara ulang pada sejumlah daerah, Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan tidak akan membuka lagi perkara PHPU. Hal tersebut memiliki arti yakni MK tidak membuka lagi persengketaan apabila ada pihak-pihak yang merasa belum puas dengan putusan akhir atas putusan sela ini.
“Kalau untuk DPR dan DPRD sudah final. Putusan MK final dan mengikat sehingga tidak bisa lagi di buka. Satu lagi yang akan diputus adalah hasil perhitungan dan pemungutan suara ulang di Yahukimo untuk kursi DPD. Hal tersebut dikarenakan sampai saat ini KPU belum menyampaikan laporannya untuk hasil perlohehan DPD Yahukimo,” ungkap Mahfud MD di gedung MK, Selasa (1/9).
Selanjutnya, Mahfud juga mengatakan bahwa sejak hari ini dengan tegas tidak ada sengketa yang bisa diajukan ke MK. Jika dalam pelaksanaan ada pelanggaran dan putusan MK dilanggar, maka yang dirugikan dapat meminta KPU untuk menyesuaikan dengan putusan MK.
“Apabila tidak dilaksanakan, diperkarakan saja di pengadilan umum, bisa pidana atau perdata. Dalam hal ini MK juga dapat memberikan data dan bantuan apabila diperlukan dalam persidangan umum,” lanjut Mahfud.
Untuk masalah pelaksanaan putusan sela, MK telah menyaksikan penghitungan dan pemungutan suara ulang di dapil-dapil yang sekarang masih ada beberapa pihak yang mempersoalkannya seperti Nias Selatan dan Kabupaten Tulang Bawang.
“Berdasar pemantauan MK, semuanya telah berjalan fair, transparan dan berjalan terbuka untuk umum. Selain itu, ada kesepakatan seperti kertas apa yang tidak boleh dihitung. Sebagai contoh adalah jika tidak menggunakan coretan merah maka tidak sah. Selanjutnya, pihak KPU, Bawaslu, saksi-saksi partai dan pihak MK sudah datang,” terangnya.
Oleh sebab itu, demi azas kemanfaatan hukum MK menutup perkara sengketa PHPU sehingga KPU bisa menetepkan hasil Pemilu secara final. Selanjutnya, anggota DPR, DPD dan DPRD segera dapat dilantik sesuai dengan jadwal ketatanegaraan. “Apabila kemanfaatan hukum tidak dipertimbangkan maka akan menjadi kacau negara ini,” kata Mahfud.
Dalam permasalahan pidana seperti adanya kecurangan Pemilu, MK mempersilahkan diproses dan dipidanakan jika memang ada. “Hal ini berlaku juga bagi DPD Sulawesi Tenggara yang menurut laporan ke MK pemenangnya membuat dokumen palsu yang diajukan sebagai bukti. Apabila benar maka keanggotaannya boleh dibatalkan di DPD,” tegas Mahfud.
Sesuai hasil pertemuan antara MK, MA, Kapolri, Jaksa Agung, KPU dan Bawaslu tanggal 7 Mei 2009, Mahfud mengingatkan bahwa telah disepakati pelanggaran pidana umum dapat tetap diproses secara hukum karena berhimpit. “Menurut UU Pemilu, pelanggaran harus diselesaikan dalam lima hari yakni meliputi politik uang, menghalangi pemilih untuk mencontreng. kalau yang berhimpit seperti pemalsuan dokumen bisa terus diproses meskipun telah melebihi lima hari dan ini telah disepakati bersama,” terangnya. (RNB Aji)