Jakarta, MKOnline - Pengujian Undang-undang Nomor 13 Tahun 2009 tentang Pembentukan Kabupaten Maybrat di Provinsi Papua Barat kembali digelar di Mahkamah Konstitusi (MK), Rabu (26/8), di Gedung MK. Sidang yang dimohonkan oleh Sadrak Moso, Yerimias Nauw, Martinus Yumame, Izaskar Jitmau dan Willem NAA ini mengagendakan mendengarkan keterangan Pemerintah, DPR, Saksi/Ahli dari Pemohon dan Pemda terkait.
Saksi Pemohon Silas Antoh mengungkapkan bahwa sesuai dengan Musyawarah Adat Masyarakat Maybrat dan Musyawarah Badan Perwakilan Kampung (BAPEKAM) sebelum pengesahan UU Nomor 13 Tahun 2009, menetapkan bahwa ibukota Kabupaten Maybrat seharusnya berada di Fategomi atau yang kerap disebut Segitiga Emas. Menurut Silas, Fategomi atau Segitiga Emas dipilih dikarenakan menjadi titik tengah di antara tiga distrik di Kabupaten Maybrat, yakni Distrik Ayamaru, Distrik Aitiyo, dan Distrik Aifat. “Dalam Musyawarah Adat Masyarakat Maybrat dan BAPEKAM telah ditetapkan bahwa Fategomi-lah yang akan menjadi ibukota Maybrat. Oleh karena itu, ketika justru Kumorkek yang ditetapkan sebagai ibukota Maybrat, penduduk di Distrik Ayamaru dan Aitiyo tidak bisa menerima,” jelas Silas.
Hal senada diungkapkan oleh Dorthias Freds Kambuaya yang juga menjadi Saksi Pemohon. Dorthias mengungkapkan bahwa dalam proses merancang undang-undang tidak disebut Kumorkek sama sekali. “Pada proses rancangan undang-undang, yang tercetus adalah Fategomi atau Segitiga Emas karena mudah dijangkau dari tiga distrik. Lalu, kenapa setelah disahkan dalam undang-undang menjadi Kumorkek?” ujar Dorthias.
Lanjut Dorthias, dipilihnya Fategomi juga didasarkan pada alasan lingkungan. “Pemilihan Fategomi juga memperhitungkan unsur lingkungan. Jika terjadi Fategomi dijadikan ibukota Maybrat, maka danau-danau di Aitiyo maupun sungai-sungai di Ayamaru tidak akan tercemar sebagai akibat dari pembangunan,” tambah Dorthias.
Dorthias pun mengungkapkan bahwa dengan dipilihnya Kumorkek sebagai ibukota Maybrat memicu konflik horizontal antar tiga suku besar dalam satu etnis Maybrat, yakni Ayamaru, Aifat dan Aitiyo. “Ada kesan Pemerintah sengaja ingin mengadu domba kami, padahal seharusnya pemekaran Maybrat dan penetapan ibukotanya merupakan pemersatu kami,” jelas Dorthias.
Ahli yang diajukan Pemohon, Jhon Piet Wanane mengungkapkan bahwa penetapan Fategomi sebagai telah tertuang dalam surat keputusan Bupati Sorong Nomor 99 Tahun 2005 yang menyatakan bahwa Kabupaten Maybrat beribukotakan Distrik Aitiyo utara (Fategomi). “Saya belum pernah sama sekali menegaskan bahwa ibukota Maybrat adalah Kumorkek,” tegas Jhon.
Para pemohon yang terdiri dari Kepala Suku Masyarakat Hukum Adat dalam petitumnya mendalilkan bahwa Pasal 7 UU Nomor 13 Tahun 2009 bertentangan dengan Pasal 28 H ayat 1 UUD 1945. Pemohon merasa aspirasinya diabaikan oleh Pemerintah yang memilih Kumorkek sebagai Ibukota Kabupaten Maybrat, bukan Fategomi seperti yang ditentukan masyarakat dalam Musyawarah Adat Masyarakat Maybrat dan BAPEKAM.
Tidak Relevan
Sementara itu, Mualimin Abdi yang mewakili Pemerintah dalam persidangan mengemukakan bahwa permohonan Pemohon bukan termasuk sengketa konstitusional. Hal ini, lanjut Mualimin, dikarenakan Pemohon tidak menerangkan secara rinci kerugian konstitusionalnya. Menurut Mualimin, permasalahan yang dipersoalkan Pemohon adalah penetapan ibukota Kabupaten Maybrat, bukan mengenai konstitusionalitas dari Pasal 7 UU Nomor 13 Tahun 2009. “Pemohon sebenarnya mempermasalahkan penetapan ibukota Maybrat di Kumorkek. Maka, pengujian konstitusionalitas atas Pasal 7 yang diajukan Pemohon menjadi tidak relevan,” jelas Mualimin.
Mualimin juga menyarankan kepada seluruh masyarakat Maybrat untuk bersatu dalam memberikan apresiasi agar sarana dan prasarana serta infrastruktur di Kabupaten Maybrat dapat terus diperbaiki. Lagipula, sambung Mualimin, roda pemerintahan di Kabupaten Maybrat mulai berjalan baik. “Sebut saja sudah adanya alat pemerintahan seperti pelantikan bupati, adanya otonomi khusus, adanya upacara-upacara kenegaraan. Hal ini sudah menandakan roda pemerintahan di Kabuten Maybrat sudah mulai berjalan dengan baik. Jadi, seharusnya masyarakat Maybrat bersatu untuk terus membangun Maybrat,” jelas Mualimin. (Lulu A./MH)