Uji UU Ketenagakerjaan: Menyoal Hak-Hak Serikat Buruh di MK
Rabu, 26 Agustus 2009
| 14:22 WIB
Pemohon uji UU Ketenagakerjaan menyampaikan permohonannya di hadapan Majelis Panel Hakim Konstitusi. Sementara Ketua Panel Hakim Konstitusi, Muhammad Alim, memperhatikan Pemohon melalui layar monitor yang terpasang di meja hakim.
Jakarta, MKOnline - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar persidangan uji materi UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan, Rabu (26/8) di ruang sidang pleno MK. Permohonan perkara No. 115/PUU-VII/2009 ini diajukan oleh Ronal Ebendhard Pattiasina dan Puji Rahmat.
Pemohon mengajukan norma-norma yang akan diuji, yaitu Pasal 120 ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan Pasal 121 UU Ketenagakerjaan. Pasal 120 ayat (1) menyebutkan, “Dalam hal di satu perusahaan terdapat lebih dari 1 (satu) serikat pekerja/serikat buruh maka yang berhak mewakili pekerja/buruh melakukan perundingan dengan pengusaha yang jumlah keanggotaannya lebih dari 50% (lima puluh perseratus) dari seluruh jumlah pekerja/buruh di perusahaan tersebut”
Ayat (2), “Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak terpenuhi, maka serikat pekerja/serikat buruh dapat melakukan koalisi sehingga tercapai jumlah lebih dari 50% (lima puluh perseratus) dari seluruh jumlah pekerja/buruh di perusahaan tersebut untuk mewakili dalam perundingan dengan pengusaha”. Ayat (3) “Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2) tidak terpenuhi, maka para serikat pekerja/serikat buruh membentuk tim perunding yang keanggotaannya ditentukan secara proporsional berdasarkan jumlah anggota masing-masing serikat pekerja/serikat buruh”. Selanjutnya Pasal 121 menyatakan, “Keanggotaan serikat pekerja/serikat buruh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 119 dan Pasal 120 dibuktikan dengan kartu tanda anggota”.
Pemohon mendalilkan bahwa adanya ketentuan dalam Pasal 120 khususnya ayat (1) berpotensi merugikan Pemohon apabila diterapkan. “Dengan jumlah anggota kurang dari 51% dari total seluruh karyawan akan kehilangan hak untuk menyampaikan aspirasi anggotanya melalui perundingan perumusan Perjanjian kerja Bersama di PT. Bank Central Asia. Hal ini tebukti Pemohon tidak diikutsertakan dalam perundingan Perjanjian Kerja Bersama dengan PT Bank Central Asia Tbk 2008-2010,” kata Puji Rahmat.
Selain itu, Pemohon juga mendalilkan bahwa pasal-pasal yang diajukan tersebut mengandung materi yang bersifat membatasi, menghambat, menghilangkan dan mendiskriminasi hak-hak pekerja dan karyawan. “Fungsi dibentuknya serikat pekerja di dalam perusahaan terhambat dengan adanya pasal tersebut dan tentu saja bertentangan dengan Pasal 28, Pasal 28D ayat (1) dan Pasal 28E ayat (3) UUD 1945,” ujarnya.
Sementara itu, untuk ketentuan Pasal 121, Pemohon merasa hak konstitusionalnya dirugikan karena tidak dapat menggunakan metode lain yang dapat menunjukkan keanggotaan secara akurat dan dipercaya serta dapat diandalkan dalam proses verifikasi keanggotaan serikat pekerja di dalam perusahaan.
Dalam petitumnya, Pemohon menginginkan agar Mahkamah mengabulkan permohonan dan menyatakan bahwa Pasal 120 ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan Pasal 121 UU Ketenagakerjaan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat.
Majelis Hakim Konstitusi dalam persidangan kali ini memberikan nasihat kepada Pemohon untuk memperbaiki permohonan apakah telah tepat atau belum dengan dalil-dalil yang diajukan. Mahkamah memberikan batasan waktu 14 hari untuk memperbaiki permohonan pada sidang pemeriksaan ini karena Mahkamah berkewajiban untuk memberikan nasehat kepada Pemohon. (RNB Aji/MH)