Jakarta, MKOnline - Sekitar 15 orang dari Forum Kristiani Pemimpin Muda Indonesia (FKPMI) mengunjungi gedung Mahkamah Konstitusi (MK) untuk menggelar audiensi dan diskusi ketatanegaraan, Senin (24/8/09). Rombongan FKPMI diterima Hakim Konstitusi Maruarar Siahaan di ruang pertemuan lantai 11. “Ini adalah kunjungan kali kedua kami ke MK,” tutur pemimpin rombongan FKPMI. Forum anak muda kristiani ini bergiat di isu-isu korupsi, kebebasan beragama, dan hak asasi manusia.
Dalam presentasinya, Maru menjelaskan beberapa perkembangan hukum acara MK dalam praktik dewasa ini. Beliau menguraikan perkembangan dan dinamika MK, fungsi dan kewenangan MK, wewenang pengawasan Komisi Yudisial, pengertian undang-undang, perselisihan hasil pemilu, legal standing, dan implementasi putusan MK.
“MK memiliki fungsi sebagai pengawal demokrasi dan konstitusi, serta sebagai pelindung HAM meskipun sudah terlebih dulu ada UU 39/1999 tentang HAM,” terangnya. Lanjutnya, MK menjadi negative legislature, karena berperan membatalkan undang-undang.
Ia juga menjelaskan pengertian konstitusionalisme. “Konstitusionalisme adalah doktrin untuk membatasi negara, sementara hukum mengawal demokrasinya,” tuturnya. Beliau mengakui jika demokrasi Indonesia mempunyai cacat, namun semuanya harus dikembalikan pada kedaulatan konstitusi. “Hakim memiliki peran di dalamnya, Judge make constitutional law,” kutipnya.
Ketika peserta menanyakan konsep negara hukum dan negara kekuasaan, Maru menjawab bahwa negara harus dipastikan kembali pada konstitusi sebagai kedaulatan hukum tertinggi. “Kasus impeachment presiden tanpa proses hukum sebelum berdirinya MK bisa menjadi catatan sejarah dan pelajaran bagi kita agar tidak terulang lagi,” contohnya.
“Apa MK juga punya peran menafsirkan pasal 29 tentang kebebasan beragama?” tanya peserta lain. Maru menjelaskan bahwa pasal dalam UUD 1945 harus dikembalikan pada Pancasila, terutama sila pertama dalam konteks pertanyaan tersebut. Namun, beliau menggarisbawahi bahwa Pancasila tidak bisa diinterpretasikan secara individual. “Sila yang satu dan yang lain saling berkaitan,” tegasnya.
Dalam diskusi yang berlangsung produktif tersebut, Maru juga menceritakan pengalaman hidupnya, karena diminta seorang peserta berkisah masa mudanya hingga menjadi hakim konstitusi. Ada nilai hukum dasar yang sempat ditekankannya pada peserta untuk direnungkan dan dipahami, yakni keadilan, kepastian, dan kemanfaatan. “Buat apa keadilan dan kepastian jika tidak memberikan kemanfaatan?” tegasnya. (Yazid/MH)