PHPU PILPRES: JK-Wiranto Ajukan Bukti Pengurangan TPS, KPU Membantah
Jumat, 07 Agustus 2009
| 17:37 WIB
Kuasa hukum JK-Wiranto, Chairuman Harahap (kedua dari kiri), memperhatikan anggota KPU, Endang Sulastri (berjilbab biru), yang memberikan penjelasan kepada Majelis Hakim.
Jakarta, MKOnline - Sidang lanjutan permohonan perselisihan hasil pemilu (PHPU) Pilpres yang diajukan pasangan calon Presiden Jusuf Kalla–Wiranto dan Megawati–Prabowo kembali digelar pada Jumat (7/8), di Ruang Sidang Pleno, Gedung MK. Sidang perkara yang teregistrasi dengan nomor 108/PHPU.B-VII/2009 ini mengagendakan pembuktian dari Pemohon, Termohon, dan Pihak Terkait.
Sidang yang dibuka oleh Ketua MK tersebut dipimpin oleh Wakil Ketua MK Abdul Mukhtie Fadjar dan dimulai dengan pembuktian oleh kuasa hukum Pemohon I (capres–cawapres Jusuf Kalla–Wiranto), Chairuman Harahap, dkk., yang mempermasalahkan mengenai pengurangan TPS. Pemohon I mengajukan bukti (P-11 sampai dengan P-13) yang menunjukkan adanya pengurangan 69.000 TPS di seluruh Indonesia. Menurut Pemohon, pengurangan ini berpengaruh pada hilangnya 34,5 juta suara pemilih di seluruh Indonesia. “Sekitar 70 persen dari 34,5 juta suara tersebut, menurut perhitungan kami merupakan pemilih Golkar dan Hanura yang mendukung pasangan capres – cawapres nomor urut 3,” jelas kuasa Pemohon.
KPU sebagai Termohon membantah pengurangan TPS ini berpengaruh pada hilangnya suara seperti yang diungkapkan Pemohon. Menurut Termohon, pengurangan TPS bukan berarti penghapusan TPS (bukti T-6 dan T-9). “TPS-TPS tersebut kami gabungkan, bukan dihilangkan. Misalnya pada Pileg lalu, ada TPS 1 dan TPS 2, namun pada Pilpres kedua TPS tersebut digabung menjadi satu dalam TPS 1. Maka pemilih di TPS 2 akan dipindahkan hak pilihnya ke TPS 1,” jelas kuasa hukum KPU.
Pencoretan
Mengenai permasalahan DPT ganda, Pemohon membuktikan tidak adanya pencoretan pada DPT seperti yang diungkapkan KPU dalam persidangan sebelumnya. “Sebagai contoh, dalam rekapitulasi DPT di Jakarta Utara, tidak ada pencoretan DPT ganda seperti yang dijelaskan oleh KPU,” jelas kuasa hukum Pemohon.
KPU tegas membantah pernyataan Pemohon dengan menyerahkan bukti (T-4, T-7 dan T-10) yang menunjukkan bahwa pihaknya telah melakukan pencoretan terhadap DPT ganda. “Bukti tersebut memperlihatkan DPT ganda di TPS yang dicoret. Kami berusaha untuk menyesuaikan dengan keadaan yang sebenarnya,” jelas Termohon.
Namun pernyataan KPU ini disanggah oleh Pemohon karena KPU tidak membuat berita acara pencoretan. “Padahal seharusnya jika Termohon melakukan pencoretan di TPS-TPS, tetap harus melakukan berita acara sebagai bukti yang kuat,” tegas Pemohon.
Hakim Konstitusi Abdul Mukthie Fadjar pun menengahi dengan menyarankan agar Pemohon menuliskan keterangannya tersebut dalam kesimpulan yang harus diserahkan Sabtu (8/8) kepada Kepaniteraan MK. “Pemohon cukup menyimpulkan hal tersebut dalam kesimpulan saja dan diserahkan kepada Kepaniteraan MK sebagai bahan pertimbangan Majelis Hakim,” jelas Mukthie.
Sementara itu, mengenai isu tentang International Foundation on Electoral System (IFES), KPU melampirkan bukti beberapa produk hukum yang menjadi dasar bahwa lembaga negara diperbolehkan bekerja sama dengan pihak asing. “Adanya bukti beberapa produk hukum ini membuat kami yakin bahwa kerjasama dengan pihak asing diperbolehkan dan masyarakat berhak untuk mengetahuinya,” jelas Termohon. (Lulu A/MH)