Jakarta, MKOnline - Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan bahwa Pasal 205 ayat (4) UU No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD (UU Pemilu) adalah konstitusional bersyarat (conditionally constitutional), artinya konstitusional sepanjang dimaknai sesuai putusan MK. Demikianlah pembacaan putusan persidangan uji materi UU Pemilu yang diajukan oleh Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura), Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), Partai Keadilan Sejahtera (PKS), dan calon anggota legislatif (caleg) dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Jum’at (7/8) di ruang sidang Pleno MK.
Pada sidang sebelumnya para Pemohon mengajukan uji materi dikarenakan Pasal 205 ayat (4) UU Pemilu multitafsir dan tidak memberikan kepastian hukum. Hal itu disebabkan karena terdapat penghitungan ganda dalam perhitungan kursi DPR. Partai yang mendapatkan kursi pertama secara otomomatis mendapat kursi pada tahap kedua tanpa perlu membandingkan sisa suaranya dengan perolehan partai yang suaranya tidak melebihi BPP merupakan pelanggaran terhadap prinsip one man one vote. Bagi Pemohon, Tafsir seperti itu tidak kompatibel dengan sistem proporsional.
Dalam pembacaan putusannya, Mahkamah menimbang bahwa untuk menafsirkan frasa “suara” pada penghitungan perolehan kursi tahap kedua harus sesuai dengan konsep demokrasi. “Dengan demikian kedudukan dan suara minoritas harus tetap dihargai. Perolehan suara partai tetap diperhitungkan untuk memperoleh kursi pada tahap kedua dengan merujuk sistem pemilu proporsional yang terkandung pada original intent keberadaan Pasal 205 ayat (4) UU 10 Tahun 2008 tentang Pemilu”, kata Hakim Konstitusi Akil Mochtar.
Mahkamah dalam menafsirkan frasa “suara” pada pasal 205 ayat (4) menyangkut dua hal, yakni sisa suara yang diperoleh parpol setelah dipergunakan untuk memenuhi BPP dan suara yang belum dipergunakan untuk penghitungan kursi sepanjang mencapai 50% dari BPP. Oleh sebab itu, Mahkamah berpendapat bahwa Pasal 205 ayat (4) UU Pemilu adalah konstitusional bersyarat sepanjang dimaknai bahwa perhitungan tahap yang kedua untuk penetapan perolehan kursi DPR bagi parpol peserta pemilu dilakukan dengan dua langkah.
“Pertama menentukan kesetaraan 50% suara dari angka BPP, yakni 50% dari BPP di setiap daerah pemilihan anggota DPR. Kedua, membagikan sisa kursi pada setiap daerah pemilihan anggota DPR kepada parpol dengan ketentuan apabila suara sah atau sisa suara parpol peserta mencapai sekrangnya 50% dari BPP, maka mendapat satu kursi. Apabila suara sah atau sisa suara parpol tidak mencapai sekurangnya 50% dari angka BPP, maka suara sah parpol yang bersangkutan dikategorikan sebagai suara yang diperhitungkan dalam penghitungan kursi tahap ketiga dan sisa suara parpol yang bersangkutan diperhitungkan dalam perhitungan kursi tahap ketiga,” ujar hakim Akil Mochtar.
Kursi DPRD
Selain memutuskan penghitungan tahap kedua untuk penetapan perolehan kursi DPR bagi parpol peserta Pemilu, Mahkamah juga menyatakan Pasal 211 ayat (3) dan Pasal 212 ayat (3) UU Pemilu adalah konstitusional bersyarat, yakni berkenaan ketentuan pembagian kursi bagi partai politik untuk Pemilu Anggota DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota.
Terkait Pemilu anggota DPRD, Pemohon mengajukan uji materi dikarenakan Pasal 211 ayat (3) UU Pemilu terdapat multitafsir dan tidak memberikan kepastian hukum. Hal itu disebabkan karena penghitungan ganda dalam perhitungan kursi DPRD Provinsi. Partai yang mendapatkan kursi pertama secara otomomatis mendapat kursi pada tahap kedua tanpa perlu membandingkan sisa suaranya dengan perolehan partai yang suaranya tidak melebihi BPP merupakan pelanggaran terhadap prinsip one man one vote. Bagi Pemohon, Tafsir seperti itu tidak kompatibel dengan sistem proporsional.
Dalam pembacaan putusannya, Mahkamah berpendapat bahwa frasa “sisa suara” pada Pasal 211 ayat (3) bukan hanya sisa suara dari perolehan suara parpol setelah dikonversikan menjadi kursi berdasar BPP. “Perolehan tersebut juga mecakup perolehan suara parpol yang tidak memenuhi BPP dan belum digunakan dalam penghitungan kursi tahap sebelumnya,” kata Hakim Konstitusi Akil Mochtar.
Konstitusional bersyarat untuk Pasal 211 ayat (3) yang dimaksud oleh Mahkamah harus dilaksanakan dengan tiga ketentuan. Pertama, menentukan jumlah sisa kursi yang belum terbagi yaitu dengan cara mengurangi jumlah alokasi kursi di daerah pemilihan anggota DPRD Provinsi tersebut dengan jumlah kursi yang telah terbagi berdasar penghitungan tahap pertama. Kedua, untuk menentukan jumlah sisa suara sah parpol peserta anggota DPRD Provinsi bagi parpol yang memperoleh kursi pada tahap pertama, jumlah suara sah parpol tersebut dikurangi dengan hasil perkalian jumlah kursi yang diperoleh parpol pada tahap pertama dengan angka BPP. Selanjutnya bagi parpol yang tidak memperoleh kursi pada penghitungan tahap pertama, suara sah yang diperoleh parpol tersebut dikategorikan sebagai sisa suara. Ketiga, untuk menetapkan perolehan kursi parpol peserta anggota DPRD Provinsi dengan cara membagikan sisa kursi kepada parpol peserta pemilu anggota DPRD satu demi satu berturut-turut sampai semua sisa kursi habis terbagi berdasarkan sisa suara terbanyak yang dimiliki oleh parpol.
Mahkamah juga menyatakan Pasal 212 ayat (3) UU Pemilu konstitusional bersyarat sepanjang dilaksanakan dengan tiga langkah. Pertama, menentukan jumlah sisa kursi yang belum terbagi yaitu dengan cara mengurangi jumlah alokasi kursi di daerah pemilihan anggota DPRD Kabupaten/Kota tersebut dengan jumlah kursi yang telah terbagi berdasar penghitungan tahap pertama. Kedua, untuk menentukan jumlah sisa suara sah parpol paeserta angota DPRD Kabupaten/Kota bagi parpol yang memperoleh kursi pada tahap pertama, jumlah suara sah parpol tersebut dikurangi dengan hasil perkalian jumlah kursi yang diperoleh parpol pada tahap pertama dengan angka BPP. Selanjutnya bagi perpol yang tidak memperoleh kursi pada penghitungan tahap pertama, suara sah yang diperoleh parpol tersebut dikategorikan sebagai sisa suara. Ketiga, untuk menetapkan perolehan kursi parpol peserta anggota DPRD Kabupaten/Kota dengan cara membagikan sisa kursi kepada parpol peserta pemilu anggota DPRD Kabupaten/Kota satu demi satu berturut-turut sampai semua sisa kursi habis terbagi berdasarkan sisa suara terbanyak yang dimiliki oleh parpol.
“Memerintahkan Komisi Pemilihan Umum melaksanakan penghitungan perolehan kursi DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota tahap kedua hasil pemilihan umum tahun 2009 berdasarkan Putusan Mahkamah ini,” tegas Ketua Majelis Hakim Moh. Mahfud MD saat membacakan salah satu amar putusannya. (RNB Aji/MH)