PHPU Pilpres: Bawaslu Nilai KPU Kurang Profesional
Rabu, 05 Agustus 2009
| 16:38 WIB
Ketua Bawaslu Nur Hidayat Sardini didampingi oleh anggota Bawaslu, Bambang Eka cahya dan Wirdyaningsih, memberikan keterangan saat diminta oleh Majelis Hakim untuk menjadi saksi dalam sidang sengketa hasil pilpres.
Jakarta, MKOnline - Setiap tahapan proses Pemilu memiliki hubungan yang saling terkait. Daftar pemilih tetap (DPT) Pilpres saat ini memang masih kurang memadai karena KPU merubah tiga kali jadwal. Selain itu, peran KPU daerah juga tidak maksimal sehingga banyak versi DPT yang bisa membingungkan.
Demikianlah yang dikatakan oleh Nur Hidayat selaku ketua Bawaslu ketika memberikan keterangan dalam persidangan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) Pilpres yang dimohonkan oleh pasangan capres JK-WIN dan Mega-Prabowo, di ruang Sidang Pleno MK, Rabu (5/8). Agenda persidangan ini adalah mendengarkan jawaban Termohon, pihak Terkait, keterangan saksi-saksi dan Pembuktian.
Bawaslu didatangkan oleh MK, karena keterangan Bawaslu diperlukan dalam persidangan. Oleh sebab itu menurut Mahkamah, Panwas daerah tidak boleh memberikan keterangan tanpa rekomendasi Bawaslu karena MK telah memanggil Bawaslu untuk memberikan keterangan di persidangan.
Nur Hidayat memberi catatan terhadap Pemilu Pilpres 2009 bahwa perubahan jadwal yang dimajukan menjadi tanggal 8 Juli adalah hal sikap yang tidak profesional. “Selain itu laporan dana kampanye yang begitu mepet dua hari sebelum pemilihan membuat adanya indikasi terjadi penyelewengan dan tidak konsisten. Kemudian netralitas KPU perlu ditanyakan karena dalam sosialisasi mengenai cara pencontrengan menguntungkan salah satu pasangan calon yakni pasangan nomer 2 (SBY-Boediono, Red),” ujar Nur Hidayat di dalam ruang sidang.
Untuk masalah pengurangan jumlah TPS hingga sekitar 69.000 TPS di 33 Provinsi yang terjadi pada Pilpres 2009 menurut Nur Hidayat merupakan kewenangan KPU. “Akan tetapi KPU tidak bisa memberikan keterangan yang transparan dalam memberikan opsi kebijakan itu diambil sehingga berpotensi dinilai sebagai tindakan yang melawan hukum,” katanya.
Pihak Termohon yang diwakili oleh Yoseph Suardi selaku kuasa hukum KPU, memberikan pertanyaan seberapa tidak akuratnya DPT untuk Pilpres, apakah 50% atau semuanya tidak akurat, Bawaslu tidak bisa menyimpulkan dan merincinya. Sedangkan untuk perincian pelanggaran para pasangan calon dalam Pilpres akan diberikan secara tertulis kepada Mahkamah.
Sementara itu, Mukthie Fadjar selaku hakim konstitusi memberikan catatan bahwa semua hal yang terkait dengan sengketa pemilu terutama pilpres tidak selesai mulai dari bawah. “Apabila telah selesai di tataran bawah, maka tidak mungkin ada sengketa di MK. Karena tidak selesai semua muaranya diarahkan ke MK. Meskipun demikian, penyelesaian sengketa Pemilu 2009 ini menjadi pelajaran untuk Pemilu kedepan,” ungkapnya. (RNB Aji/MH)