âMK Utamakan Keadilan Substantifâ
Rabu, 29 Juli 2009
| 15:08 WIB
Ketua MK, Moh. Mahfud MD (kiri), saat memberikan kuliah umum di Universitas Bhayangkara, Surabaya (28/7).
Surabaya, MKOnline - Setiap penyelenggaraan pemilihan umum (pemilu) di Indonesia selalu memiliki permasalahannya sendiri. Akan tetapi, Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Moh. Mahfud MD, menilai bahwa pemilihan umum (pemilu) 2009 merupakan pemilu yang terburuk sepanjang penyelenggaraan pemilu di Indonesia. Hal tersebut disampaikan Mahfud saat memberikan studium general atau kuliah umum kepada mahasiswa fakultas hukum Universitas Bhayangkara (Ubhara), Surabaya, pada Selasa (28/7). Kuliah umum tersebut merupakan bagian dari dies natalis ke-27 Universitas Bhayangkara.
Menurut Mahfud, buruknya penyelenggaraan pemilu 2009 dapat dilihat dari maraknya berbagai permasalahan selama penyelenggaraan pemilu, mulai dari kisruh DPT hingga sengketa pemilu yang muncul di antara peserta pemilu sendiri, walaupun pemilu-pemilu sebelumnya juga belum tentu lebih baik dari pemilu 2009.
“Pemilu tahun 1999 juga mengalami masalah, begitu juga dengan pemilu tahun 2004. Jadi setiap penyelenggaraan pemilu di Indonesia dari tahun 1955 sampai dengan sekarang masih banyak kekurangan dan tidak dapat diterima oleh semua pihak,” ujar Mahfud.
Di dalam konstitusi Indonesia atau UUD 1945, untuk menciptakan pemilu yang baik ada dua instrumen, yaitu komisi pemilihan umum (KPU) dan Mahkamah Konstitusi (MK). KPU merupakan penyelenggara pemilu, sedangkan MK berperan melakukan penanganan sengketa terhadap hasil pemilu tersebut. Terkait penanganan sengketa pemilu, jelas Mahfud, pilihan pragmatis yang dilakukan MK dalam menangani perkara pemilu menggunakan keadilan substantif bukan keadilan struktural. “Apapun keputusan (sengketa pemilu) nanti, MK akan tetap jalan terus dan tidak terpengaruh walaupun banyak kritik juga pujian dari pihak yang bersengketa di Mahkamah Konstitusi,” tambahnya.
Nota kesepahaman
Setelah kuliah umum, Mahkamah Konstitusi melakukan penandatangan nota kesepahaman atau memorandum of understanding (MoU) dengan Rektor PTN/PTS se-Jawa Timur yang berjumlah 7 universitas, yakni Univ. Bhayangkara Surabaya, Univ. Abdul Rahman Saleh Situbondo, Univ. 17 Agustus Banyuwangi, Univ. Madura Pamekasan, Univ. Lumajang, Univ. Muh. Seroedji Jember, serta Univ. Wiraraja Sumenep. Penandatanganan MoU tersebut dilakukan oleh Sekretaris Jenderal MK, Janedjri M. Gaffar dan rektor ketujuh universitas tersebut dengan disaksikan oleh Ketua MK.
Kerja sama ini didasari oleh asas semangat pengabdian kepada masyarakat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa sesuai fungsi dan tugas masing-masing lembaga serta dalam rangka membumikan konstitusi di Indonesia guna mewujudkan citra negara hukum dan demokratis. Dalam MoU juga diarahkan untuk meningkatkan pemahaman tentang MK, membangun budaya sadar berkonstitusi, menyebarkan gagasan dan merespons isu-isu kontemporer di bidang hukum konstitusi, serta menyebarkan berkembangnya budaya menulis ilmiah di perguruan tinggi. Kerja sama yang dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi dengan ketujuh universitas se-Jawa Timur tersebut meliputi penyelenggaraan kegiatan pendidikan sadar berkonstitusi, penyiaran obrolan konstitusi di RRI daerah serta penerbitan jurnal konstitusi. (Dudy Rukmana)