Jakarta, MKOnline - Sekitar 123 mahasiswa jurusan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) Veteran, Semarang, berkunjung ke Mahkamah Konstitusi (MK), Rabu (29/7).
Rombongan diterima Hakim Konstitusi Abdul Mukthie Fadjar di ruang konferensi lantai 4, Gedung MK. “Sayang anda ke sini pada saat tidak ada sidang, sehingga tidak bisa melihat langsung persidangan,” ujar Mukthie pada mahasiswa. MK memang sedang menyiapkan sidang untuk sengketa pilpres.
Dalam pemaparannya, Mukthie menjelaskan banyak hal mengenai MK dan segenap kewenangannya, di antaranya kewenangan untuk menguji undang-undang. “Di negara lain, tidak semua UU boleh digugat, tapi di Indonesia bisa. Ada seorang guru dan wali murid dari Banyuwangi menggugat UU Guru dan Dosen ke MK,” tutur Mukthie. Selain itu, lanjutnya, DPR jika ingin memakzulkan presiden juga harus menggugat dulu ke MK.
Dalam sesi tanya jawab, Sya’ban, seorang mahasiswa, bertanya mengenai kemunculan banyak peraturan daerah (perda) yang seolah membentengi pembuat perda. “Bagaimana pendapat MK?” tanya Sya’ban. Mukthie menjelaskan bahwa MK sering menguji UU yang memiliki keterkaitan dengan banyak Perda seperti disinyalir bermasalah tersebut. “Kami sering menguji UU terkait korupsi, dan tindak pidana korupsi adalah UU yang paling sering diuji. MK berkontribusi menguatkan upaya pemberantasan korupsi,” urainya.
Penanya lain, Ibu Tris, menanyakan peran MK dalam reformasi hukum. Menurut Mukthie, MK mereformasi hukum melalui putusan-putusan MK, terutama terkait pelanggaran hak-hak warga negara. Lalu, Ibu Lis menanyakan bagaimana jika ada pihak berperkara yang tidak hadir di persidangan. “Di pengujian undang-undang, tidak ada pihak. Yang jadi pesakitan adalah UU itu sendiri. Namun, kami mengundang pemerintah dan DPR untuk mendengar latar belakang pembuatan UU BHP,” jelas Mukthie.
Sementara itu, Pak Roni menanyakan tentang perbedaan hasil pemilu antara KPU, MA, dan MK. Menjawab pertanyaan ini, Mukthie menuturkan bahwa kewenangan MK adalah memutus perselisihan hasil pemilu. “Lalu, Mahkamah Agung punya kewenangan menguji peraturan perundang-undangan di bawah UU. Namun, saya pribadi dan MK tidak akan mengomentari putusan MA kemarin. Kalau ada penggugat mengajukan perkara pasca putusan MA, kami siap menerima,” ujar Mukthie (Yazid/MH).