JK-WIN Ajukan Pemohonan Sengketa Pilpres Ke MK
Selasa, 28 Juli 2009
| 08:00 WIB
Ketua Tim Advokasi pasangan capres/cawapres JK-Wiranto, Chairuman Harahap, menyerahkan bukti-bukti gugatannya saat mendaftarkan permohonan sengketa hasil pilpres. Pendaftaran tersebut diterima oleh Panitera MK.
Jakarta, MKOnline - Mahkamah Konstitusi (MK) menerima pengajuan permohonan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) Presiden dan Wakil Presiden yang diajukan oleh pasangan Capres dan Cawapres Jusuf Kalla-Wiranto (JK-WIN) Senin Sore (27/7) di Aula gedung MK. Pasangan JK-WIN mengajukan permohonan diwakili oleh para kuasa hukumnya yakni Chairuman Harahap,Victor Nadapdap, Elsa Syarif, Rofinus, Andi M. Asrun, Peompida Hidyatullah serta lima kuasa hukum dari Partai Golkar dan lima dari Hanura.
Saat pengajuan permohonan, Andi M. Asrun menyatakan bahwa Pemilu banyak diwarnai pelangaran. “Permohonan yang kita ajukan ini kebanyakan memang merupakan pelanggaran administratif dalam Pilpres.” ujarnya.
Andi mencontohkan bahwa pelanggaran administratif apabila dilakukan secara sistematis dapat mempengaruhi hasil Pemilu. “Kita hendaknya belajar dari permohonan yang kemudian diputus di MK tentang Pilkada Jatim dan Bengkulu Selatan. Di Jatim banyak kasus administrasi seperti saksi tidak bisa masuk dan DPT tidak sampai. Sedangkan di Bengkulu Selatan terdapat mantan bekas narapidana yang kemudian berbohong dan ikut menjadi salah satu calon kepala daerah. Ternyata calon tersebut diketahui dari keterangan polisi pernah menjadi narapidana dan ditahan selama 7 tahun,” terangnya.
Oleh sebab itu, menurut Asrun, MK lantas membatalkan kemenangan calon tersebut di Bengkulu Selatan. “Jadi persoalan administrasi juga bisa jadi bahan pertimbangan bagi MK untuk membatalkan hasil pemilu,” katanya.
Sementara itu, setelah mendaftarkan permohonan, para kuasa hukum JK-WIN melakukan keterangan pers di Aula gedung MK. Ketua kuasa hukum JK-WIN, Chairuman Harahap menerangkan bahwa DPT yang diberikan oleh KPU adalah cacat hukum.
“Sejak awal kami meminta agar diberikan DPT, tapi tidak segera diberikan kepada tim JK-WIN. Menjelang hari pemilihan barulah dikirim oleh KPU tapi dalam bentuk soft copy saja. Seharusnya yang diberikan adalah yang bentuk hard copy tertulis,” terang Chairuman di hadapan para wartawan.
Chairuman menambahkan bahwa sebenarnya kita harus belajar pada DPT Pemilu legislatif. “Banyak kecacatan DPT sehingga sempat ada gagasan untuk mengeluarkan hak angket dari DPR terhadap masalah tersebut. Ternyata DPT yang digunakan dalam Pilpres sama saja, tidak banyak yang berubah,” tambahnya.
Menanggapi pertanyaan wartawan bahwa sampai sejauh mana bukti-bukti yang diajukan dapat berpengaruh dalam permohonan dan berapa bukti yang diajukan, Chairuman menjawab bahwa pelanggaran administrasi dapat membatalkan Pemilu apabila terstruktur.
“Bukti-bukti kami ada 50, termasuk masalah DPT yang cacat hukum, anak dibawah umur bisa mencontreng, dan nomor induk kependudukan (NIK) ganda. Bukti-bukti kecurangan dan pelanggaran tersebut adalah gambaran riil dan nyata bagaimana Pemilu diselenggarakan di negara kita terutama dalam Pilpres,” ungkapnya. (RNB Aji/MH)