Mahasiswa Pascasarjana Universitas Bandar Lampung Kunjungi MK
Selasa, 28 Juli 2009
| 07:25 WIB
Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati berfoto bersama para mahasiswa UBL usai memberikan ceramah.
Jakarta, MKOnline - Independensi hakim konstitusi dapat dilihat dari putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Untuk itu membaca putusan MK, jangan hanya amar putusannya saja, tetapi juga pertimbangan hukumnya. Demikian pernyataan Hakim Konstitusi Maria Farida Indarti ketika menerima kunjungan mahasiswa Fakultas Hukum Pascasarjana Universitas Bandar Lampung, Senin (27/7), di Gedung MK
Dalam putusan MK, suara sembilan Hakim Konstitusi tidaklah selalu bulat. Adanya dissenting opinion atau pendapat berbeda di antara hakim konstitusi merupakan penanda independensi MK lainnya. Hakim Konstitusi, jelas Maria, harus mengemukakan pendapat dalam Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH). Maria mengungkapkan bahwa adalah hal yang wajar jika di dalam mengambil keputusan Hakim Konstitusi terdapat perbedaan (dissenting opinion). Jika seandainya tidak terjadi suara bulat, maka dipilihlah pendapat terbanyak. Kemudian dibuat tulisan (legal opinion) untuk melihat mana pertimbangan hukum yang lebih kuat sebagai putusan. “Jika terjadi kedudukan seimbang antara hakim yang menerima dengan hakim yang menolak, maka keputusan ada di tangan ketua majelis hakim,” tegasnya.
Maria juga membahas mengenai fungsi dan kedudukan MK yang tertuang dalam pasal 24 UUD 1945. Keempat kewenangan tersebut di antaranya melakukan pengujian undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar 1945, memutus pembubaran parpol, meng-impeachment Presiden senadainya DPR menemukan bukti bahwa Presiden melakukan kejahatan sebagaimana disebutkan dalam konstitusi, mengadili sengketa kewenangan lembaga Negara yang kewenangannya disebutkan dalam UUD 1945 serta menyelesaikan persengketaan hasil Pemilu baik legislatif, Presiden - Wakil Presiden maupun kepala daerah. Namun untuk kewenangan MK yang terakhir, lanjut Maria, baru dilaksanakan pada 1 November 2008. “Dari seluruh kewenangan yang diberikan kepada MK, ada dua kewenangan yang belum pernah dilaksanakan Mk, yakni membubarkan partai politik dan meng-impeachment Presiden,” paparnya.
Maria juga menyinggung mengenai syarat penting menjadi seorang Hakim Konstitusi. Syarat utama, menurut Maria, adalah memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela. Hal ini, lanjut Maria, bisa dinilai oleh masyarakat. Kemudian syarat lain adalah adil yang bisa dilihat dari keputusan Hakim Konstitusi. “Syarat yang berbeda adalah harus seorang negarawan. Ini berarti setiap pertimbangan yang diajukan telah diperiksa secara adil. Syarat ini hanya diperuntukkan bagi Hakim Konstitusi,” jelas Maria.
Menanggapi pertanyaan mengenai putusan MK yang terlambat dalam implementasinya di lapangan, Maria menjelaskan bahwa kewenangan MK dalam pengujian undang-undang hanya sampai pada judicial review dan memutuskan saja. “Untuk implementasi putusan MK di lapangan bukanlah menjadi kewenangan MK. Hal ini juga karena MK belum mempunyai kewenangan constitutional complaint seperti mahkamah konstitusi di negara lain,” jelas Maria. (Lulu A./MH)