Uji UU Perbendaharaan Negara: Mahkamah Sahkan 13 Bukti Pemohon
Kamis, 23 Juli 2009
| 13:24 WIB
Majelis Panel Hakim Konstitusi meninggalkan ruang sidang usai pemeriksaan perkara uji UU Perbendaharaan Negara.
Jakarta, MKOnline - Mahkmah Konstitusi (MK) kembali menyidangkan perkara pengujian Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara ( UU Perbendaharaan Negara) terhadap Undang-Undang Dasar 1945. Perkara ini dimohonkan oleh Tedjo Bawono dan persidangan kali ini mengagendakan pemeriksaan perbaikan permohonan pada Rabu (22/6), di ruang sidang Pleno MK.
Dalam persidangan ini, Pemohon merasa permohonannya telah lengkap dan tidak ada yang diperbaharui dalam persidangan. “Saya rasa sudah cukup. Jadi tidak ada hal-hal lain yang saya dikemukakan lagi di luar yang telah ditulis ini,” kata Tedjo Bawono kepada majelis hakim di persidangan.
Tedjo juga memohonkan dan memintakan kepada Mahkamah supaya permohonannya dapat diputuskan seadil-adilnya.“Saya mohon diberi putusan yang berkualitas mencerminkan rasa keadilan Pak,” pintanya kepada majelis.
Sementara itu, Mahkamah menyatakan bahwa permohonan Pemohon akan dinilai oleh para hakim apakah dapat terima atau dikabulkan. “Biarkanlah sembilan hakim yang nantinya akan menilai, tapi yang pertama adalah bahwa Pemohon sudah menganggap cukup terhadap permohonan Pemohon yang dituangkan dalam perbaikan ini. Maka tugas hari ini, persidangan akan dilanjutkn dengan mengesahkan alat bukti yang anda ajukan,” kata Ketua persidangan Hakim Konstitusi Harjono.
Selanjutnya majelis mengesahkan 13 bukti yang diserahkan oleh Pemohon antara lain fotokopi print out PBB di wilayah Gubeng tentang Pembayaran PBB, fotokopi surat Ketua Mahkamah Agung RI, 8 Mei 2008 Nomor 088/KMA/V/2008, fotokopi surat Ketua Pengadilan Negeri tanggal 30 Juni 2008 Nomor W.14.U 1/2007. 65PdT/VI/2008, dan fotokopi surat pemerintah Kota Surabaya melalui Walikota Surabaya tanggal 18 Mei 2008 Nomor 180/3357/43612/2008.
Pada sidang sebelumnya, Pemohon mengajukan pengujian Pasal 50 UU Perbendaharaan Negara yang berbunyi bahwa, Pihak mana pun dilarang melakukan penyitaan terhadap:
a. uang atau surat berharga milik negara/daerah baik yang berada pada instansi Pemerintah maupun pada pihak ketiga;
b. uang yang harus disetor oleh pihak ketiga kepada negara/daerah;
c. barang bergerak milik negara/daerah baik yang berada pada instansi Pemerintah maupun pada pihak ketiga;
d. barang tidak bergerak dan hak kebendaan lainnya milik negara/daerah;
e. barang milik pihak ketiga yang dikuasai oleh negara/daerah yang diperlukan untuk penyelenggaraan tugas pemerintahan.
Apabila pasal tersebut diterapkan, maka menurut Pemohon sangat dirugikan hak konstitusionalnya sebagai warga negara. Dengan demikian, yang terjadi justru memberikan perlindungan kepada pejabat negara dan daerah terutama Walikota Surabaya untuk tidak mematuhi putusan Pengadilan Negeri Surabaya terkait sengketa kolam renang (Brantas-Red). (RNB Aji/MH)