Jakarta, Kompas - Kartu tanda penduduk dan paspor (untuk pemilih di luar negeri) dapat digunakan untuk memilih pada pemilihan umum presiden, 8 Juli 2009. Putusan Mahkamah Konstitusi itu telah mengembalikan hak pilih warga negara yang tidak tercantum dalam daftar pemilih tetap.
Namun, MK membuat pembatasan-pembatasan untuk ketentuan tersebut.
Pemilih dengan KTP hanya akan dilayani jika membawa kartu keluarga atau data sejenis, memilih di tempat pemungutan suara (TPS) yang berada di RT/RW sesuai alamat KTP, dan mendaftarkan diri kepada petugas.
Pemilih-pemilih ini pun hanya akan dilayani pada satu jam sebelum penutupan TPS.
Hal itu terungkap dalam putusan MK yang dibacakan Senin (6/7). MK mengabulkan permohonan Refly Harun dan Maheswara Prabandono, dua warga negara yang kehilangan hak pilih pada pemilu legislatif lalu karena namanya tidak tercantum dalam daftar pemilih tetap (DPT).
Putusan ini dijatuhkan hanya beberapa jam setelah sidang pemeriksaan pendahuluan yang dilaksanakan Senin pagi. MK tidak mendengarkan keterangan dari pemerintah, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), maupun ahli.
Dalam pertimbangannya, MK menyatakan hak untuk memilih telah ditetapkan sebagai hak asasi manusia dan hak konstitusional warga negara. Hak konstitusional itu tak boleh dihambat oleh berbagai ketentuan dan prosedur administratif.
Seperti dilansir dalam berita-berita sebelumnya, banyak kalangan mengungkapkan buruknya DPT yang dikeluarkan KPU. Beberapa kalangan mengungkapkan adanya jutaan pemilih yang namanya tidak tercantum dalam DPT sehingga potensial kehilangan hak pilih.
Terkait dengan persoalan itu, MK menilai perlunya suatu solusi untuk melengkapi DPT sehingga penggunaan hak pilih warga tidak terhalangi. Bagi MK, pemutakhiran data oleh KPU bukan solusi yang tepat mengingat waktu yang tersisa sangat terbatas. Karena itu, penggunaan KTP atau paspor bagi pemilih yang terdapat di luar negeri merupakan alternatif paling aman untuk melindungi hak warga.
Soal penggunaan KTP ini, lanjut hakim konstitusi Arsyad Sanusi, KPU dapat langsung melaksanakannya dengan berdasar putusan MK. Penggunaan KTP tidak memerlukan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) untuk melaksanakannya karena putusan MK bersifat langsung dapat dilaksanakan.
Tak ada tambahan surat
Rapat pleno KPU, Senin malam, memutuskan, KPU tidak akan mencetak lagi surat suara bagi pemilih baru. Surat suara dicetak sesuai DPT dan 2 persen sebagai surat suara cadangan.
Anggota KPU, Andi Nurpati, mengatakan, para pemilih yang menggunakan KTP dan tidak terdaftar dalam DPT hanya boleh menggunakan suaranya pukul 12.00-13.00 waktu setempat. Mereka boleh mendaftar sejak pagi, tetapi hanya bisa menggunakan suaranya pada jam tersebut.
Para pemilih juga hanya bisa menggunakan surat suara sisa dari pemilih yang tidak menggunakan suaranya dan surat cadangan. Jika surat suara sesuai DPT dan cadangan habis, para pemilih itu dapat dialihkan ke TPS terdekat.
Jika tetap kekurangan surat suara, petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) bisa mendapatkan surat suara dari TPS lain dalam satu desa/kelurahan. Pengalihan surat antar-TPS antardesa/kelurahan sulit dilakukan karena waktu pemungutan yang tersisa hanya satu jam.
Proses pengalihan surat suara harus menggunakan berita acara penyerahan dan penerimaan dengan format yang dibuat sendiri oleh petugas KPPS.
Secara terpisah, anggota Bawaslu, Bambang Eka dan Wahidah Suaib, mengimbau pengawas di lapangan agar lebih mempertajam pengawasan terhadap camat atau kepala desa di wilayah masing-masing. Ini untuk menghindari adanya mobilisasi pembuatan KTP.
”Kalau ada KTP yang keluar antara tanggal ini hingga tanggal 8 Juli harus diperhatikan betul oleh pengawas. Bisa saja tim sukses memobilisasi penerbitan KTP dadakan,” ujar Bambang.
Disambut positif
Calon presiden Megawati Soekarnoputri menilai keputusan MK sebagai terobosan positif. Megawati yang sebelum Pemilu Legislatif 9 April 2009 sudah gigih mempersoalkan DPT mengucapkan terima kasih kepada masyarakat sipil, yaitu PP Muhammadiyah, PB Nahdlatul Ulama, Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia, dan Konferensi Waligereja Indonesia, serta tokoh-tokoh agama yang memberi dukungan moral.
”Ini bukan untuk kepentingan nomor 1 dan 3, tetapi kedaulatan rakyat. Pemilu itu bukan akhir, tetapi sarana menegakkan demokrasi di Indonesia di mana rakyat diberi kesempatan untuk menggunakan hak pilihnya,” katanya.
Menurut Megawati dalam pertemuan dengan KPU, Senin siang, pihaknya dan pihak Jusuf Kalla berusaha menghubungi tim kampanye Susilo Bambang Yudhoyono dan Boediono, tetapi tak tersambung.
Pramono Anung yang dihubungi secara terpisah membenarkan itu. Ia mengaku menelepon Hatta Rajasa dua kali, tetapi telepon tidak diangkat. ”Pak Fahmi Idris (Tim JK-Wiranto) juga menghubungi,” papar Pramono.
Dalam pembicaraan dengan KPU, KPU menyanggupi untuk memberikan soft copy DPT dan mencoret pencatatan pemilih ganda maupun nomor induk kependudukan ganda.
Pasangan capres dan cawapres Jusuf Kalla dan Wiranto juga bersyukur jutaan warga negara Indonesia yang tidak tercatat sebagai pemilih dalam DPT dapat memiliki solusi untuk memilih. ”MK telah mengembalikan hak pilih rakyat yang hilang dan tidak terdaftar dalam DPT. Itulah yang diperjuangkan untuk memulihkan hak-hak rakyat,” ujar Kalla.
Kalla menepis tudingan bahwa kedatangannya ke KPU sebagai sikap capres dan cawapres yang tidak siap kalah menghadapi pilpres 8 Juli mendatang. ”Tidak benar kalau kami takut kalah. Kami memperjuangkan hak rakyat yang kehilangan hak pilihnya. Kami tahu, hak pilih rakyat yang kami perjuangkan itu belum tentu juga nantinya akan memilih kami. Tidak apa-apa buat kami, yang penting jangan sampai hilang hak rakyat itu,” ujarnya.
SBY lega
Susilo Bambang Yudhoyono mengaku bersyukur dan sangat lega atas putusan MK. SBY menilai putusan itu sebagai solusi dan jalan keluar cerdas. SBY minta putusan MK dapat dijalankan sebaik-baiknya sehingga sirna semua tuduhan dan kekhawatiran akan kecurangan yang kerap dialamatkan ke pemerintah.
SBY tidak ingin pilpres gagal seperti diwacanakan dalam gerakan dua hari terakhir yang diikuti dan dipantaunya. SBY menyebut pasangan Megawati Soekarnoputri-Prabowo Subianto dan Jusuf Kalla-Wiranto ada dalam gerakan itu.
Apa yang sedang bergulir, menurut SBY, bukan hanya isu DPT, tetapi gerakan menunda pilpres dan menolak pilpres.
Tunda pilpres
Peneliti senior LIPI, Ikrar Nusa Bhakti, mengatakan, penyisiran DPT bermasalah dalam waktu satu-dua hari hampir tidak mungkin. Dengan pertimbangan itu, Ikrar menilai perpanjangan waktu selama seminggu masuk akal dan tak akan mengakibatkan kekosongan pemerintahan.(ANA/DIK/SUT/HAR/INU/DWA/IDR/VIN/MZW)
sumber: http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/07/07/04001339/ktp.untuk.memilih