Jakarta, MKOnline - Mahkamah Konstitusi (MK) melakukan pertemuan dengan seluruh pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden dan seluruh aparat negara yang terlibat dalam penyelenggaraan Pemilu pada Senin (6/7) di gedung MK. Mahfud MD menyatakan bahwa pertemuan ini berguna untuk memberikan segi-segi penting mengenai perselisihan hasil Pemilu Presiden di MK. ”Walaupun sesungguhnya MK tidak berharap terjadinya perselisihan,” urai Mahfud dihadapan para pasangan Capres/Cawapres. Seluruh pihak dalam pertemuan ini menyepakati satu hal bahwa mereka berharap tidak bertemu lagi di gedung MK untuk mengikuti perselisihan Pemilu.
Mahfud juga menjelaskan bahwa 9 (sembilan) Hakim MK telah berkomitmen untuk tidak sekedar menegakan keadilan prosedural (procedural justice) tetapi mengutamakan keadilan substantif (substantive justice). Slogan yang terus dipromosikan MK tersebut telah dibuktikan dalam persidangan perselisihan hasil Pemilu legislative bulan Juni lalu. ”Jadi jangan heran apabila nanti kok MK dianggap melakukan putusan yang sepertinya berada di luar kewenangannya,” kata Mahfud menjelaskan.
Acara koordinasi tersebut selain dihadiri seluruh pasangan capres/cawapres, kecuali SBY, juga dihadiri oleh Ketua Mahkamah Agung Harifin A. Tumpa, Jaksa Agung Hendarman Supandji, Ketua KPU Abdul Hafidz Anshari, Ketua Bawaslu Nur Hidayat Sardini, dan Wakapolri, Makbul Padmanegara, serta para anggota Tim Sukses masing-masing pasangan.
Menurut Boediono, Cawapres pasangan nomor urut 2, ketidakhadiran SBY disebabkan ia harus menghadiri acara Visit Lombok 2009 selaku kepala negara. ”SBY meminta maaf karena tidak dapat hadir karena menjalankan tugas negara,” jelas Boediono.
Wakil Ketua MK, A. Mukhtie Fadjar, menjelaskan proses-proses perselisihan hasil Pemilu (PHPU) Presiden. Menurut Mukhtie terdapat dua objek sengketa PHPU, yaitu terhadap penentuan pasangan calon yang masuk ke putaran kedua Pemilu Presiden dan terhadap pasangan calon yang ditentukan terpilih oleh KPU. ”Pendaftaran akan dibuka selama 3x24 jam setelah pengumuman hasil Pemilu oleh KPU secara nasional,” terang Mukhtie yang juga guru besar Hukum Tata Negara tersebut.
Masing-masing pasangan calon menyampaikan pandangannya terhadap kemungkinan sengketa Pemilu Presiden (Pilpres) ke depan. Megawati dalam pernyataannya masih mempermasalahkan terjadinya ketidakjelasan daftar pemilih tetap (DPT). ”Bukan maksud mengancam, tetapi hal itu bisa menyebabkan terjadinya instabilitas keamanan negara ke depannya,” ujar Mega yang didampingi pasangannya Prabowo Subianto.
Lain dengan Boediono, ia hanya meminta agar seluruh pihak mampu bersikap arif terhadap kemungkinan hasil Pemilu. ”Kami berharap agar ketika terjadinya perselisihan di MK, seluruh pihak dapat diberikan kesempatan yang sama,” kata Boediono tenang.
Capres nomor urut 3, Jusuf Kalla menyatakan bahwa yang perlu diperjuangkan adalah kedaulatan rakyat. ”Di MK nanti yang diperjuangkan bukanlah keinginan para capres tetapi suara rakyat yang merupakan hak rakyat,” kata Kalla.
Mahfud kemudian juga memberikan kepada masing-masing tim kampanye para capres untuk memberikan pertanyaan. Gayus Lumbun dari Tim Mega-Pro mempertanyakan terhadap terdapatnya di suatu daerah pemilihan suara cadangan yang lebih dari jumlah DPT serta perkara-perkara pidana Pemilu yang diajukan oleh Bawaslu ternyata tidak ditindak lanjuti oleh kepolisian.
Menanggapi pertanyaan tersebut Makbul Padmanegara, Wakapolri, menjelaskan bahwa terhadap beberapa kasus pelanggaran Pemilu ternyata terdapat permasalahan berupa pelapor yang tidak jelas, saksi yang tidak datang, serta terbatasnya waktu untuk menyelesaikan perkara.
Mahfud juga menjelaskan dalam pertemuan tersebut bahwa pada hari yang sama usai pertemuan tersebut akan digelar persidangan pengujian UU No. 42 Tahun 2008 tentang Pemilu Presiden berkaitan dengan hak memilih setiap warga negara yang diatur dalam DPT. ”Oleh karena itu saya meminta KPU dan Bawaslu untuk mengikuti persidangan bersangkutan, agar perkembangan mengenai Pemilu Pilpres dapat ditindaklanjuti dengan cepat,” pinta Mahfud.
(Feri Amsari)