MKOnline - Konstitusi merupakan norma sistem politik dan hukum suatu negara. Bisa juga diartikan sebagai dokumen nasional berisi perjanjian luhur, kesepakatan politik, hukum, sosial ekonomi yang menjadi tujuan negara. Dalam artian sempit, konstitusi indonesia adalah Undang Undang Dasar (UUD) Negara Indonesia 1945.
Demikianlah diungkapkan oleh Hakim Konstitusi Arsyad Sanusi ketika menemui kunjungan mahasiswa fakultas ilmu komunikasi Universitas Mercu Buana (UMB) Jakarta di gedung Mahkamah Konstitusi (MK) Jakarta, Kamis (3/7). Kunjungan 18 mahasiswa UMB ini merupakan praktek kuliah lapangan mata kuliah pengantar ilmu hukum ke MK agar mengerti wewenang dan fungsi MK di negara Indonesia.
Selanjutnya, di Indonesia berdasarkan Amanat Perubahan UUD 1945 dan UU No.24 Tahun 2003, dibentuklah MK yang memiliki beberapa wewenang dan Fungsi dalam menjaga negara demokrasi dan nomokrasi (hukum). “Fungsi MK ada lima yakni sebagai penjaga konstitusi (the guardian of the constitution), penafsir final konstitusi (the final interpreter of constitution), penjaga demokrasi (the guardian of democracy), pelindung hak konstitusional setiap warga negara (the protector of citizen’s constitutional rights), dan sebagai pelindung hak asasi manusia (the protector of human rights),” ujarnya kepada para mahasiswa.
Oleh sebab itu, menurut Arsyad sangat penting bagi setiap warga negara untuk mengerti hukum dan konstitusi. “Apabila terdapat penyelewengan dan pelanggaran terhadap hak konstitusional setiap warga negara, maka MK dapat mengadilinya dengan prinsip yang adil tanpa adanya intervensi dari pihak mana saja termasuk lembaga tinggi negara lainnya baik Presiden maupun DPR,” lanjutnya.
Kemudian, Arsyad juga menerangkan bahwa MK memiliki kewenangan untuk menguji UU terhadap UUD 1945, memutus sengketa kewenangan antar lembaga negara, memutus pembubaran parpol, memutus perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU). Sedangkan kewajiban MK menurut pasal 24 C ayat (2) UUD 1945 memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan wakilnya.
“Jadi tidak ada lembaga negara lain yang memiliki kewenangan untuk membubarkan parpol dan memakzulkan (impeachment) presiden. Tentu saja pemakzulan tersebut harus berdasarkan fakta hukum yang kuat seperti contoh presiden melakukan tindak pidana korupsi atau tindak pidana lainnya,” tandas Arsyad.
Sementara itu, Juwarti selaku dosen yang mendampingi kunjungan mahasiswa ilmu komunikasi ini menyatakan rasa senang dan berterima kasih karena telah mendapatkan perkuliahan khusus di MK. “Kini mahasiswa saya, paling tidak, paham dengan MK, seperti apa kewenangannya dan fungsinya sebagai lembaga peradilan di Indonesia,” katanya. (RNB Aji/MH)