Jakarta, MKOnline - Menanggapi pernyataan salah seorang pengurus DPP Partai Golongan Karya (Golkar) yang dikutip oleh sejumlah media pada Jumat (19/6) mengenai Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 74-80-94-59-67/PHPU.C-VII/2009 terkait penerapan Pasal 205 UU No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kab/Kota (UU Pemilu), Panitera MK, Zainal Arifin Hoesein menegaskan bahwa Partai Golkar melalui gugatannya ke MK telah mempersoalkan penetapan kursi tahap III oleh KPU.
Menurut Panitera MK, Partai Golkar—bersama empat partai lain—telah mengajukan permohonan pembatalan Keputusan KPU Nomor 255/KPTS/KPU/2009. Permohonan partai Golkar diterima oleh Kepaniteraan MK pada 10 mei 2009 pukul 19.39 WIB dan diperbaiki pada 12 Mei 2009 dengan Nomor Registrasi 94/PHPU.C-VII/2009 bertanggal 14 Mei 2009.
Selanjutnya, tambah Zainal, dalam pemeriksaan perkara pada persidangan tanggal 19 Mei 2009, Kuasa Hukum Partai Golkar kembali menegaskan permohonan terkait dengan penerapan Pasal 205 UU Pemilu tersebut. Saat membacakan permohonannya pada sidang tersebut, Kuasa Hukum Partai Golkar mempermasalahkan penetapan sisa kursi DPR RI oleh KPU berdasarkan perhitungan tahap III sisa suara untuk daerah pemilihan Riau I dan DI Yogyakarta I. Dalam permohonannya tersebut, Partai Golkar juga meminta MK memberikan penegasan terkait tata cara penghitungan sisa kursi tahap III yang sebenarnya berdasarkan UU Pemilu dan Peraturan KPU No. 15 Tahun 2008.
Lebih lanjut Zainal menjelaskan, putusan MK tersebut adalah bersifat erga omnes yang berlaku tidak hanya kepada para Pemohon tetapi berlaku juga untuk semua penghitungan tahap III tentang penetapan sisa kursi DPR RI bagi partai politik peserta pemilu 2009 di semua provinsi yang harus melakukan penghitungan tahap III.
Sebelumnya, sebagaimana diberitakan oleh berbagai media, Wakil Sekjen DPP Partai Golkar Rully Chairul Azwar menyatakan bahwa pihaknya merasa tidak pernah menjadi pemohon dalam perkara pemilu yang diputus MK dalam putusan tersebut.[ard]
Media Indonesia, Jumat, 19 Juni 2009 halaman 3.
Golkar Minta Klarifikasi MK
PARTAI Golkar merasa tidak menjadi pemohon dalam perkara pemilu yang diputus Mahkamah Konstitusi (MK) menyangkut pembatalan caleg terpilih hasil penghitungan tahap ketiga. Karena itu, Golkar akan meminta klarifi kasi ke MK mengapa partai berlambang beringin tersebut ditulis sebagai pemohon dalam amar putusan.
“Golkar akan mengajukan klarifi kasi ke MK bahwa Golkar tidak pernah jadi pemohon,” kata Wakil Sekjen DPP Golkar Rully Chairul Azwar di Jakarta Pusat, kemarin.
Dalam amar putusan MK nomor 74-80-94-59-67/ PHPU.C-VII/2009, tertulis lima parpol sebagai pemohon, yakni PKB, PAN, Golkar, Gerindra, dan PPP. Nama Ketua Umum Golkar Jusuf Kalla dan Sekjen Sumarsono juga tercantum di situ.
Selain itu, kata Rully, Golkar juga meminta klarifi kasi KPU terkait pelaksanaan putusan MK tersebut. Sebab di satu sisi MK tidak mengubah peraturan KPU No 15 Tahun 2009 tentang Penetapan Caleg dan Kursi, sedangkan di sisi lain MK meminta KPU menghitung sesuai cara yang dimaui MK.
Sebelumnya Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan permohonan Partai Kasih Demokrasi Indonesia (PKDI). Partai itu berpeluang mendapatkan satu kursi lagi di DPRD Kabupaten Tanatoraja, Sulawesi Selatan, dari daerah pemilihan Tanatoraja VII.
“Mengabulkan permohonan pemohon untuk daerah pemilihan Tanatoraja VII untuk sebagian,” kata Ketua MK Mahfud MD saat membacakan putusan di Gedung MK, Jakarta, Rabu (17/6) malam.
Pemohon mendalilkan, telah terjadi penggelembungan suara pada Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) sebesar 20 suara atas nama caleg Hermina Pasolang, di TPS II Lembang Londong Biang, Kecamatan Awan Rante Karua, dapil Tanatoraja 7. “Hal itu memengaruhi perolehan kursi PKDI di DPRD Kabupaten Tanatoraja. Akibat penggelembungan tersebut pemohon tidak memperoleh satu kursi pun di Kabupaten Tanatoraja,” ujar hakim konstitusi, Harjono.
Hasil pemilu legislatif di dapil tersebut yang dicatat KPUD, PKDI meraih 1.838 suara dan PKPI meraih 1.852 suara. (NJ/Ant/P-6)