Jakarta, MKOnline - Permohonan perselisihan hasil pemilu (PHPU) oleh calon anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Provinsi Riau Hendi Frankim, Benny Horas Panjaitan, dan Insyah Fauzi tidak dapat diterima. Demikian amar putusan Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi pada Rabu (10/6).
Permohonan bernomor perkara 36/PHPU.A-VII/2009 yang diajukan Hendi Frankim dianggap Mahkamah tidak sesuai dengan kewenangan MK yang diamanahkan UUD dan Pasal 75 UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang MK.
Hendi Frankim mempermasalahkan pembedaan penamaan calon anggota DPD pada Pemilu 9 April 2009. Pemohon berpendapat terjadinya perbedaan nama calon atas nama Atrice Ellen Manambe dan Aida Nasution Ismet pada daftar calon sementara (DCS) dengan daftar calon tetap (DCT) tanpa melalui proses yang diamanahkan UU No.10 Tahun 2008 tentan Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD.
Termohon dalam Eksepsinya (tangkisan) menyatakan permohonan Pemohon telah daluarsa karena terlambat diregistrasikan Rabu 13 Mei 2009. Termohon juga berpendapat bahwa permohonan obscuur libel (kabur) dan objectum litis (objek perkara) bukanlah kewenangan Mahkamah untuk mengadilinya.
Dalam pertimbangan dan pendapat hukumnya, Mahkamah menyatakan bahwa pengajuan pemohon telah sesuai dengan ketentuan. Hal itu dibuktikan berdasarkan Akta Penerimaan Berkas Perkara dimana Pemohon mengajukan permohonannya pada tanggal 12 Mei 2009 17.35 WIB. ”Oleh karena itu sepanjang berkaitan dengan waktu pengajuan permohonan, eksepsi Termohon tidak diterima,” ucap Maruarar membacakan pertimbangan Putusan.
Namun berkaitan dengan eksepsi dengan alasan obscuur libel dan objectum litis permohonan, Mahkamah menerima eksepsi Termohon. Mahkamah berpendapat bukanlah kewenangan MK mengadili perkara pembendaan nama. Hal itu menyebabkan permohonan menjadi kabur dan tidak jelas objek yang dipersengketakan. ”Eksepsi Termohon diterima untuk sebagian dan permohonan Pemohon tidak dapat diterima,” ucap Mahfud membacakan Amar putusan.
Benny H. Panjaitan Juga Gagal Ke Senayan
Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) juga menghapuskan harapan Benny Horas Panjaitan untuk menduduki salah satu kursi anggota Dewan Perwakilan Rakyat di Senayan. Putusan bernomor perkara 38/PHPU.A-VII/2009 tersebut dibacakan oleh kesembilan hakim MK pada Rabu (10/6) malam di ruang sidang utama MK.
Benny gagal dikarenakan mempermasalahkan pergantian nama calon Atrice Ellen Manambe dan Aida nasution Ismet yang merupakan pesaingnya pada pemilu DPD 9 April lalu. Atice dan Aida melakukan pergantian nama daftar calon sementara (DCS) mereka pada daftar calon tetap (DCT). Alasan yang sama sesungguhnya juga digunakan oleh Pemohon atas nama Hendi Frankim yang juga permohonannya tidak diterima oleh MK. Objek sengketa yang mempermasalahkan pergantian nama calon tersebut menurut MK tidak diatur dalam Pasal 10 UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang MK.
Dalam persidangan sebelumnya Termohon juga mengajukan eksepsi yang menyatakan permohonan obscuur libel. Dimana menurut Termohon alasan Pemohon menyatakan bahwa jika Atrice dan Aida tidak jadi peserta pemilu maka suara yang mereka peroleh akan menjadi suara pemohon adalah merupakan asumsi yang belum bisa dijamin kebenarannya. Termohon juga menganggap dalam eksepsinya permohonan Pemohon adalah prematur. Alasan Pemohon yang menyatakan Atrice dan Aida tidak pernah mendaftarkan diri sebagaimana mestinya, menurut Termohon harus dibuktikan oleh Pemohon secara pidana. Sedangkan perkara pidana bukanlah kewenangan MK.
Mahkamah juga menilik pertimbangan putusan pada perkara yand dimohonkan Handi Frankim untuk perkara Benny ini. Menurut Pasal 75 UU MK dan Pasal 5 PMK No.16 Tahun 2009 mengenai objek sengketa PHPU. “Maka Mahkamah berpendapat substansi permohonan yang diajukan Pemohon adalah bukan merupakan sengketa hasil pemilu yang menjadi kewenangan Mahkamah,” ucap Akil Mochtar membacakan putusan Mahkamah. Sehingga dalam putusannya tanpa memperhatikan eksepsi Termohon maka Mahkamah menyatakan bahwa permohonan Pemohon tidak dapat diterima. ”Demikian diputuskan oleh 9 Hakim Konstitusi dalam rapat permusyawaratan hakim pada Senin tertanggal 8 Mei 2009,” ucap Mahfud mengakhiri bacaan putusan.
Insyah Fauzi Ikuti Jejak Benny dan Handi
Setelah membacakan putusan terhadap Pemohon Benny Horas Panjaitan dan Handi Frankim pada Rabu (10/6) Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi melanjutkan membaca putusan dengan Pemohon Insyah Fauzi. Insyah sebagaimana Benny dan Handi mempermasalahkan perubahan nama di daftar calon sementara (DCS) ke daftar calon tetap (DCT) atas nama Atrice Ellen Manambe dan Aida Nasution Ismet.
Termohon KPU dalam persidangan sebelumnya mengajukan eksepsi yang menyatakan bahwa permohonan Pemohon obscuur libel (kabur) dan objectum litis (objek perkara) tidak tepat. Perkara dengan nomor 39/PHPU.A-VII/2009 tersebut dipermasalahkan oleh Termohon tidak jelas substansi permohonan dan tidak tepat objek perkaranya.
Dalam pertimbangan putusan Mahkamah yang dilandasi Pasal 74 ayat (2) UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang MK dan Pasal 5 PMK Nomor 16 Tahun 2009 tentang pedoman beracara PHPU anggota DPR, DPD, dan DPRD tersebut Mahkamah menyatakan menerima eksepsi Termohon. Menurut Mahkamah adalah tidak tepat jika mempermasalahkan pergantian nama calon anggota DPD karena bukan kewenangan Mahkamah. ”Objek perselisihan hasil pemilu yang jadi kewenangan Mahkamah adalah penetapan perolehan suara hasil pemilu yang telah diumumkan secara nasional oleh KPU,” ujar Ahmad Sodiki membacakan putusan.
Namun diterimanya eksepsi Termohon tidak berarti Mahkamah menerima permohonan Pemohon. ”Dalam eksepsi, eksepsi Termohon diterima dan dalam pokok permohonan, permohonan Pemohon tidak dapat diterima,” kata Mahfud sebelum mengakhiri membaca putusan. (Feri Amsari/NTA)