Jakarta, MKOnline - Mahkamah Konstitusi (MK) mengambil putusan sela memerintahkan KPU Kabupaten Yahukimo untuk melaksanakan pemungutan suara ulang pemilu anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) pada 37 distrik di Kabupaten Yahukimo dan penghitungan suara ulang pada 14 distrik di kabupaten tersebut, Selasa (9/6) di gedung MK. Putusan dalam sidang pleno yang terbuka untuk umum ini dilaksanakan oleh Moh. Mahfud MD, sebagai ketua merangkap anggota, beranggotakan A. Mukthie Fadjar, Maruarar Siahaan, Harjono, M. Arsyad Sanusi, Achmad Sodiki, Maria Farida Indrati, M. Akil Mochtar, dan Muhammad Alim.
KPU Kabupaten Yahukimo juga diperintahkan untuk melaporkan penetapan hasil pemungutan suara ulang dan penghitungan suara ulang tersebut kepada MK paling lambat dalam tenggat yang ditetapkan dalam amar putusan ini dan menangguhkan berlakunya Keputusan KPU No.255/Kpts/KPU/TAHUN 2009 sepanjang menyangkut hasil penghitungan suara calon Anggota DPD di Kabupaten Yahukimo.
Perkara ini diajukan oleh Pdt. Elion Numberi (Pemohon I) dan Hasbi Suaib (Pemohon II) dengan perkara No. 47-81/PHPU.A-VII/2009. Keduanya adalah calon anggota DPD dari dapil Papua yang menyoal perolehan suaranya.
MK memberi batas waktu pelaksanaan pemungutan suara ulang dalam 90 hari sejak putusan, sedangkan penghitungan suara ulang dalam 60 hari. Adapun 37 distrik yang diperintahkan, yakni Distrik Ninia, Distrik Holuwon, Distrik Soba, Distrik Kayo, Distrik Hilipuk, Distrik Sobaham, Distrik Kwikma, Distrik Kabianggema, Distrik Lolat, Distrik Soloikma, Distrik Duram, Distrik Korupun, Distrik Sela, Distrik Kwelamdua, Distrik Langda, Distrik Bomela, Distrik S’’mtamon, Distrik Dekai, Distrik Sumo, Distrik Obio, Distrik Seradala, Distrik Anggruk, Distrik Walma, Distrik Pronggoli, Distrik Panggema, Distrik Ubahak, Distrik Yahuliambut, Distrik Kosarek, Distrik Nipsan, Distrik Talambo, Distrik Endomen, Distrik Fuldama, Distrik Kona, Distrik Dirwemna, Distrik Nalca, Distrik Ubalihi, dan Distrik Hereapini. Untuk penghitungan suara ulang di Distrik Kurima, Distrik Tangma, Distrik Ukha, Distrik Mugi, Distrik Yogosem, Distrik Werima, Distrik Pasema, Distrik Samenage, Distrik Silimo, Distrik Hogio, Distrik Amuma, Distrik Musaik, Distrik Suru-Suru, dan Distrik Wusama.
Tidak Ada Pencontrengan
MK mengangggap pemilu di Kabupaten Yahukimo umumnya tidak dilakukan pencontrengan pada surat suara, melainkan dengan cara “kesepakatan warga” atau “aklamasi” oleh setiap perwakilan kelompok masyarakat, namun ternyata hasilnya tetap dimasukkan ke dalam rekapitulasi hasil penghitungan suara pada 6 Mei 2009 di KPU Provinsi Papua.
Tidak terselenggaranya pemilu di 37 distrik di Kabupaten Yahukimo menurut Mahkamah menyebabkan Rapat Pleno Rekapitulasi Penghitungan Suara Hasil Pemilihan Umum Provinsi Papua pada tanggal 6 Mei 2009 di KPU Provinsi Papua khusus untuk Kabupaten Yahukimo mengalami deadlock sehingga harus diskors dua kali, karena keberatan-keberatan dari saksi partai politik dan calon anggota DPD. Sehingga dibentuk tim, padahal mereka tidak berhak dan karena tidak diperoleh kesepakatan, Ketua KPU Papua tetap menetapkan rekapitulasi suara.
“Ketua KPU Provinsi Papua tetap menetapkan rekapitulasi penghitungan suara dengan tetap menyilakan kepada pihak-pihak yang mengajukan keberatan untuk mengajukan hal tersebut sebagai sengketa pemilihan umum di Mahkamah Konstitusi,” kata majelis hakim.
Sedangkan untuk 14 distrik MK mempertimbangkan ditemukan perbedaan rekapitulasi hasil penghitungan suara. “Sedangkan di Distrik Kurima, Distrik Tangma, Distrik Ukha, Distrik Mugi, Distrik Yogosem, Distrik Werima, Distrik Pasema, Distrik Samenage, Distrik Silimo, Distrik Hogio, Distrik Amuma, Distrik Musaik, Distrik Suru-Suru, dan Distrik Wusama terjadi perbedaan rekapitulasi penghitungan hasil pemilihan umum pada distrik-distrik untuk pemilihan calon anggota Dewan Perwakilan Daerah” ujar hakim konstitusi.
Hargai Nilai Budaya
Mahkamah berpandangan pemilu di Kabupaten Yahukimo tidak diselenggarakan berdasarkan peraturan yang berlaku. Namun, MK menghargai nilai budaya di kalangan masyarakat Papua yang khas dengan sistem kesepakatan warga. “Mahkamah menerima cara pemilihan kolektif (“kesepakatan warga” atau “aklamasi”) yang telah diterima masyarakat Kabupaten Yahukimo tersebut, karena jika dipaksakan pemilihan umum sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dikhawatirkan akan timbul konflik di antara kelompok-kelompok masyarakat setempat,” lanjut hakim di persidangan.
Akan tetapi dalam kasus ini, Mahkamah melihat KPU telah melakukan pelanggaran yang terstruktur dan masif. “Meskipun menerima caranya yang khas, tetapi karena untuk distrik-distrik tertentu, penyelenggaranya telah melakukan pelanggaran secara terstruktur dan masif, maka demi keadilan Mahkamah menafikan hasil rekapitulasi tersebut agar KPU Kabupaten tetap melaksanakan kewajiban hukumnya,” ujar hakim konstitusi.
Mahkamah tetap berpendirian tidak dapat terbelenggu dengan hanya memeriksa dan memutus segi-segi kuantitatif saja, melainkan juga dapat memerintahkan pemungutan dan/atau penghitungan suara ulang jika hal tersebut dipandang perlu. (Lulu A/Miftakhul Huda)