Jakarta, MKOnline - Menarik mengikuti persidangan perselisihan hasil pemilu (PHPU) yang permohonannya diajukan Partai Buruh. Sidang yang memperdengarkan keterangan saksi-saksi melalui fasilitas video conference Mahkamah Konstitusi (MK) di Fakultas Hukum Universitas Haluoleo itu mengungkapkan bagaimana mudahnya terjadi penyimpangan suara pada Pemilu 9 April yang lalu. Dugaan hilangnya suara Partai Buruh yang disampaikan saksinya memang belum tentu mutlak benar, namun setidaknya dari deskripsi meyakinkan yang disampaikan saksi, paling tidak kita dapat mengetahui ada mekanisme yang ”kabur” dalam pesta demokrasi di Indonesia.
Saksi Sudjono menyampaikan perihal suara Partai Buruh yang telah sesuai antara formulir C1 miliknya dan C2 plano di TPS 2 Kecamatan Tatamuntaha Kabupaten Kendari ternyata dapat mudah berubah di pleno PPK. ”Padahal kesesuaian formulir itu telah ditanda-tangani oleh KPPS Yang Mulia,” terang Sudjono kepada Majelis Hakim MK. Bahkan keterangan Sudjono itu dibenarkan oleh saksi Sarwono yang merupakan anggota PPS di TPS 2 tersebut.
Saksi Hermansyah menerangkan soal kehilangan suara sebanyak 10 suara menyebabkan Partai Buruh kehilangan jatah 1 kursi DPRD Kendari berjumlah 9 kursi. Partai Bulan Bintang menduduki urutan ke 9 dengan jumlah total suara sebesar 1.558 berbanding tipis dengan Partai Buruh memperoleh 1.554 suara. ”Sehingga hilangnya 10 suara Partai Buruh menyebabkan kami kehilangan kursi, Yang Mulia,” kata Hermansyah meyakinkan.
Anggota KPUD Kendari Nazir yang menanggapi keterangan-keterangan saksi-saksi itu kemudian mengajukan pertanyaan. ”Saksi Sudjono, apakah Saudara ikut pada pleno di TPS?” tanya Nazir. Saksi kemudian menjawab tidak mengikuti pleno tersebut. Berdasarkan hal itu menurut Nazir maka KPUD Kendari menganggap data para saksi-saksi sangat besar human error-nya. Akibat pernyataan itu terjadi perdebatan sengit antara saksi dan Nazir.
Hakim Maruarar dengan bijak menengahi pertikaian tersebut. ”Baik, saya rasa tidak perlu perdebatan, cukup masing-masing pihak menguatkan keterangannya dengan bukti-bukti,” katanya menghentikan perdebatan. Maruarar kemudian meminta kepada KPUD Kendari menjelaskan landasannya menganggap data dari saksi-saksi dianggap human error. ”Kami memperbandingkan data Panwaslu dengan PPK, Yang Mulia,” kata Nazir menjelaskan.
Pernyataan Nazir itu kemudian dibantah melalui pertanyaan oleh Kuasa Hukum Pemohon kepada saksi. ”Saudara saksi apakah data saudara ketika pleno di KPU juga ikut dibandingkan dengan data Panwaslu dan PPK,” tanya Kuasa Hukum Pemohon. Saksi menjawab memang data mereka tidak ikut disertakan sebagai pembanding karena dianggap human error.
Berdasarkan pernyataan itu, Maruarar menanyakan tolok ukur KPUD Kendari dalam menilai data saksi-saksi Partai Buruh merupakan human error. Ketika KPUD menjawab bahwa ia menganggap data Panwaslu dan PPK yang sama itu dianggap benar, ternyata menimbulkan ”celetukan” Maruarar. ”Jangan itu tolok ukurnya yang saya maksud. Bukan orang yang paling banyak yang benar, suara terbanyak bukan kebenaran,” jelas Maruarar menjelaskan penilaian Hakim MK. (Feri Amsari/NTA)