Jakarta, MKOnline - Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian dan menyatakan eksepsi Termohon tidak dapat diterima. Hal itu disampaikan Moh. Mahfud MD dalam sidang pleno pembacaan putusan perkara Nomor 29/PHPU.A-VII/2009 yang dimohonkan Kamaruddin, calon anggota DPD Provinsi Sulawesi Tenggara nomor urut 23. Sidang kali in digelar terbuka untuk umum pada Senin, (8/6), pukul 11.00 WIB, di gedung MK, Jakarta.
Dalam persidangan sebelumnya, Pemohon mendalilkan dirinya telah kehilangan suara sebanyak 400. Menurut Pemohon, seluruh suara yang diperoleh seharusnya 29.385 suara. Namun KPU menetapkan perolehan suara Pemohon sebanyak 28.985 suara. Lebih rinci Pemohon menegaskan, dirinya kehilangan 400 suara karena terjadi kesalahan penghitungan suara di tingkat PPK Kecamatan Katoi, Kabupatan Kolaka Utara, yaitu suara Pemohon dari 2 TPS di desa Ujung Tobaku, Kecamatan Katoi, Kabupatan Kolaka Utara hanya tercatat 72 suara, seharusnya 172 suara. Demikian juga dari 2 TPS di Desa Katoi, Kecamatan Katoi, Kabupatan Kolaka Selatan suara Pemohon tercatat 51 suara, seharusnya 351 suara.
Dalam putusan itu, MK menimbang bahwa eksepsi Termohon berkenaan dengan permohonan Pemohon dinyatakan kabur (obscuur libel). “Mahkamah berpendapat bahwa Termohon tidak secara jelas menunjukkan adanya kekaburan objectum litis atas permohonan Pemohon, oleh karenanya eksepsi Termohon harus dinyatakan tidak dapat diterima,” kata Hakim Konstitusi Harjono.
Selain itu, MK menimbang pula bahwa keterangan Saksi Arkam, Ketua PPS Desa Ujung Tobaku, membenarkan jumlah perolehan suara Pemohon di Desa Ujung Tobaku sejumlah 172 suara dan Saksi Baso Jais, Ketua PPS Desa Katoi, membenarkan jumlah perolehan suara Pemohon di Desa Katoi sejumlah 351 suara. “MK juga menimbang bahwa hasil perolehan suara Pemohon telah diakui oleh Budiarjo Ketua PPK Kecamatan Katoi di persidangan yang membenarkan bahwa terdapat kekeliruan atau kekhilafan dalam mencantumkan hasil penghitungan suara yang diperoleh Pemohon ke dalam Formulir DA-1,” ujar Hakim Konstitusi Arsyad Sanusi.
Oleh sebab itu, berdasarkan fakta dan hukum di atas, MK berpendapat bahwa jumlah perolehan suara Pemohon yang benar adalah 29.385 suara dan bukan 28.985 suara.
Dengan demikian, MK menyatakan mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian dan menyatakan membatalkan Keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Republik Indonesia Nomor 255/Kpts/KPU/TAHUN 2009 bertanggal 9 Mei 2009, tentang Penetapan dan Pengumuman Hasil Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota secara Nasional dalam Pemilihan Umum Tahun 2009, menyangkut jumlah perolehan suara calon anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Provinsi Sulawesi Tenggara atas nama Drs. H. Kamaruddin, nomor urut 23.
Berdasarkan Keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Republik Indonesia Nomor 255/Kpts/KPU/TAHUN 2009 bertanggal 9 Mei 2009, anggota DPD Provinsi Sulawesi Tenggara terpilih adalah La Ode Ida (156.177 suara), Abdul Jabbar Toba (37.990 suara), Abidin Mustafa (33.055 suara), dan Hoesein Effenfy (29.052 suara). Namun setelah Putusan MK Nomor 29/PHPU.A-VII/2009 resmi dibacakan, urutan anggota DPD Provinsi Sulawesi Tenggara terpilih berubah menjadi La Ode Ida (156.177 suara), Abdul Jabbar Toba (37.990 suara), Abidin Mustafa (33.055 suara), dan Kamaruddin (29.385 suara).
Mengakhiri sidang pleno perkara ini, Mahfud MD menegaskan MK memerintahkan Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia untuk melaksanakan Putusan ini dan menyatakan menolak permohonan Pemohon untuk selebihnya.
Permohonan Safiudin Ditolak
Sementara pada sidang yang sama, Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan menolak permohonan Safiuddin, calon anggota DPD Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) nomor urut 56 untuk seluruhnya.
Pada sidang-sidang sebelumnya, Pemohon perkara Nomor 52/PHPU.A-VII/2009 ini mendalilkan dirinya telah kehilangan suara sebanyak 67.560 suara. KPU mencatat perolehan suaranya sebanyak 4.412 suara, padahal menurut Pemohon dirinya menangguk 71.972 suara. Pemohon mendalilkan mendapatkan 71.972 suara berdasarkan Formulir C 1 DPD di Kabupaten Wakatobi sebanyak 29.121 suara, Kabupaten Buton sebanyak 15.152 suara, Kabupaten Buton Utara sebanyak 14.334 suara, Kota Bau-Bau sebanyak 12.102 suara, dan di kabupaten/kota lainnya sebanyak 1.263 suara.
Pemohon mencurigai KPU Provinsi Sultra telah melakukan rekapitulasi suara secara tidak benar. Kecurigaan Pemohon terfokus pada rekapitulasi suara di Kabupatan Wakatobi. “Di Kabupaten Wakatobi, saya mencurigai rekapitulasi suara yang tidak dilakukan di TPS, tetapi karena alasan khilaf rekap dilakukan di rumah pribadi ketua PPK,” kata Safiuddin. Oleh sebab itu, dalam petitumnya Pemohon memohon agar MK membatalkan penetapan KPU No. 255/Kpts/KPU/TAHUN 2009, khususnya menyangkut penetapan anggota DPD Provinsi Sultra.
Atas dalil yang disampaikan Pemohon, KPU sebagai Termohon menegaskan bahwa keterkaitan antara perolehan suara Pemohon dengan dalil adanya kekhilafan yang dilakukan PPK dalam proses perampungan data C1 DPD, tidak jelasnya informasi Pleno PPK, Rekapitulasi DPT terdapat selisih dan tercoret-coret, adanya indikasi kecurangan oknum-oknum hanyalah berdasarkan kecurigaan Pemohon semata. ”Hasil perolehan Pemohon pada seluruh TPS dengan pembuktian C1 DPD menjadikan perolehan suara Pemohon seharusnya sebanyak 71.972 suara, bukan 4.412 suara adalah tidak benar dan tidak berdasar,” ujar Hakim Konstitusi Harjono.
Dalam putusan itu MK menimbang bahwa khusus bukti P-11 (foto copy format C1 DPD Kabupaten Wakatobi) yang diajukan Pemohon berupa Model C 1 DPR-DPD tentang Sertifikat Hasil Penghitungan Suara di TPS Pemilihan Umum Anggota DPR dan DPD Tahun 2009, tidak tertulis nama TPS, Desa/Kelurahan, dan Kecamatan, melainkan hanya menunjuk Kabupaten Wakatobi.
Selain itu, Pemohon juga tidak menyebut perolehan suara calon Anggota DPD lainnya, melainkan hanya menyebutkan perolehan suara Pemohon saja sehingga bukti P-11 tidak valid dan tidak dapat diterima keabsahannya. “Berdasarkan fakta hukum di atas, Mahkamah berpendapat bahwa Pemohon tidak dapat membuktikan dalil permohonannya, karenanya permohonan Pemohon tidak berdasar hukum sehingga harus dikesampingkan,” kata Hakim Konstitusi Mahfud MD.
Atas dasar itu, MK menyatakan eksepsi Termohon tidak dapat diterima dan juga menyatakan menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya. (ws. Koentjoro/MH)