Jakarta, MKOnline - Sidang pemeriksaan bukti-bukti untuk perkara yang diajukan Partai Daulat Aceh digelar Mahkamah Konstitusi (MK), Rabu (3/6) di Ruang Sidang Pleno, Gedung MK. Dalam sidang ini, Pemohon, KIP Lhokseumawe, KPPS, dan Panwaslu Lhokseumawe menmperlihatkan alat bukti C1 yang dimiliki masing-masing.
Dalam pembuktian tersebut, ternyata ada tiga versi formulir C1 yang berbeda milik Pemohon, KIP Lhokseumawe, dan KPPS. Ketua Panwaslu Lhokseumawe Drs. H. M. Ali sebagai saksi mengungkapkan C1 yang dimiliki KIP Lhokseumawe yang benar dan sesuai dengan data di lapangan. “Data KIP sama dengan data yang dimiliki Panwaslu. Kami mengambilnya dari TPS. Sedangkan milik Pemohon berupa fotokopi,” jelas Ali.
Ali menjelaskan jumlah suara yang benar untuk Partai Daulat Aceh sebesar 33 suara, bukanlah 52 suara seperti tercantum dalam bukti yang diajukan Pemohon. Sementara itu, KPPS Lhokseumawe justru mencatat jumlah yang berbeda, yakni 21 suara untuk Partai Daulat Aceh (PDA).
Sementara itu, saksi KPPS menjelaskan data yang dipergunakan oleh PDA tidak jelas. “Alat bukti Pemohon terputus-putus dan berbeda dengan data KPPS,” jelas saksi KPPS.
Menanggapi hal ini, Majelis Hakim Konstitusi yang terdiri dari Maruarar Siahaan, Akil Mochtar, dan Achmad Sodiki meminta agar Pemohon, Termohon, dan saksi membawa alat bukti ke hadapan Hakim Konstitusi untuk dilihat perbedaannya. Dalam adu bukti tersebut, terlihat perbedaan jumlah suara bukan hanya dialami oleh PDA, tetapi untuk partai politik lainnya di Lhokseumawe.
Ketua Majelis Hakim Konstitusi Maruarar Siahaan meminta ketiga versi C1 ini dikumpulkan dan diberikan sebagai alat bukti untuk pertimbangan Majelis Hakim. “Tiga versi C1 itu diberikan saja kepada MK untuk dijadikan alat bukti dan bahan pertimbangan dalam Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH),” jelas Maruarar. (Lulu Anjarsari/NTA)