Jakarta, MKOnline - Pada lanjutan sidang Partai Suara Independen Rakyat Aceh (SIRA) terungkap perselisihan dua ”saudara” partai lokal Aceh dalam memperebutkan suara. Sidang yang digelar Selasa (2/6) di Ruang Sidang Panel III Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) tersebut menghadirkan para saksi dari partai SIRA. Dalam persidangan dipimpin Hakim MK Maruarar Siahaan tersebut terungkap dugaan terjadi kampanye hitam (black campaign) dan pemilu yang penuh intimidasi.
Menurut para saksi yang dihadirkan Pemohon melalui video conference, pelaku intimidasi adalah Partai Aceh (PA) yang juga merupakan partai lokal Aceh. Sabarudin dan Afrida, dua orang saksi Pemohon mengungkapkan mengenai pelaksanaan pemilu yang penuh ancaman tersebut di hadapan Hakim MK. Sabarudin yang merupakan Ketua Pimpinan Kecamatan (KPK) Partai SIRA mengungkapkan terjadi tekanan psikologis selama pemilu di Aceh. ”Saya diancam untuk mencabut baliho kampanye Partai Sira, kalau tidak nyawa saya diancam,” katanya via video conference dari Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh.
Afrida menceritakan, juga terjadi teror melalui sms. ”Siapa yang melakukan teror itu?” tanya Maruarar. ”Namanya Adi, Yang Mulia. Katanya kalau tidak coblos PA, risiko tanggung sendiri,” kata Afrida menjelaskan.
Saksi Zainal Alian juga mengungkapkan proses terjadinya kecurangan selama pemilu. ”TPS 4 dikuasai orang-orang PA, bahkan PPS yang mencontreng, kemudian menyerahkan kembali ke masyarakat untuk dimasukkan ke kotak suara,” katanya memaparkan. ”Apakah tidak ada petugas keamanan dan polisi di sana,”kata Maruarar mempertanyakan. Saksi mengakui ada petugas keamanan, namun mereka adalah juga simpatisan PA. Sedangkan polisi setelah dilaporkan, malah meninggalkan lokasi. ”Saya sudah lapor ke anggota Polres Sabang, namanya Sabri, tapi tidak ada tanggapan,” kata Zainal penuh kesal.
Lain lagi dengan kesaksian Eviyati, ia mengungkapakan ada kerugian formil akibat kelalaian proses pelaksanaan pemilu. ”Ada kesalahan DP3 masuk ke kotak DP2. Akibatnya, pelaksanaan pemungutan suara tertunda 1 jam, akhirnya pemilih banyak yang pulang,” ucap Evi. Bahkan Eviyati mengungkapkan terjadinya proses kampanye pemilu yang tidak demokratis di Aceh. ”Seminggu sebelum pemilu telah ada kampanye yang mengharamkan memilih Partai SIRA melalui leaflet,” katanya melalui fasilitas vicon MK di Universitas Syah Kuala.
Menurut Kuasa Hukum Partai SIRA, ia hendak menghadirkan 100 orang saksi. ”Namun dikarenakan substansi yang diterangkan sama, yaitu mengenai penggelembungan suara, intimidasi dan ancaman, maka cukup saksi yang telah didaftarkan ke MK,” katanya. Sedangkan KIP Aceh Tamiang menanggapi kesaksian tersebut dengan mempertanyakan mengenai prosedural yang sudah dijalani para saksi. ”Apakah saksi ada melakukan penyampaian protes tertulis sebagaimana diatur oleh undang-undang,” tanya kepada saksi yang bernama Faisal. ”Kami merasa tidak percaya lagi, karena merasa dicurangi, kami pesimis,” jawab Faisal.
Dengan selesainya pemeriksaan para saksi, Majelis Hakim menilai pemeriksaan dan pembuktian perkara ini telah selesai. Namun Majelis Hakim MK memberikan kesempatan kepada Partai SIRA dan KIP Aceh untuk memberikan konklusi dan penyampaian bukti-bukti tertulis masing-masing pihak hingga 4 Mei 2009. (Feri Amsari/NTA.)