Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang perkara Nomor 55/PHPU.A-VII/2009 tentang perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) dalam Sidang Panel yang digelar di Lt. 4 gedung MK, Selasa (26/5). Pemohon adalah H. Humaedi Hasan, calon anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dari Provinsi Banten yang menyoal perolehan suaranya. Sidang yang dipimpin A. Mukhtie Fadjar dan dua hakim anggota, yakni Muhammad Alim dan Maria Farida Indrati ini dihadiri KPU sebagai Termohon, Turut Termohon, Pihak Terkait, dan saksi-saksi.
Sebagaimana diketahui, Pemohon dalam permohonannya mempermasalahkan tertukarnya nomor urut peserta pemilu calon anggota DPD dari Provinsi Banten dalam formulir Berita Acara (BA) model C1 dan C2 Plano untuk KPPS, serta DA-1 dan DA-B untuk PPK, menyebabkan bertambahnya perolehan suara calon nomor urut 30 yang dicatat sebagai calon nomor urut 31 pada formulir C1, DA-1 dan DA-B.
Dalam keterangannya di persidangan, KPU Pandeglang mengatakan tidak ada keberatan saksi-saksi di Kecamatan Labuan dan Kecamatan Pagelaran. Demikian pula, tidak ada keberatan di tingkat kabupaten. Kebetulan saksi dari Pemohon juga ikut hadir dalam rapat pleno. Dalam persidangan, KPU Pandeglang telah mendatangkan saksi dan menyiapkan alat-alat bukti yang diperlukan sebanyak 12 rangkap.
Menanggapi permohonan oleh Pemohon, KPU Kabupaten Tangerang mengatakan, dalam permohonan hanya dicantumkan satu permasalahan yaitu di TPS 3 Desa Sentul Jaya Kecamatan Balaraja tentang tertukarnya surat suara atas nama Humaedi Hasan dan Fery Ferdiansyah. Pihaknya mendapatkan surat dari KPU Provinsi Banten mengenai penghitungan ulang surat suara DPD di tingkat kecamatan. Atas dasar itu dilakukan penghitungan ulang di PPK Balaraja. Disepakati yang dihitung ulang adalah nama calon anggota DPD, bukan nomor urut. Atas dasar ini, klaim Pemohon itu tidak benar dan yang benar adalah data yang dimiliki PPK.
Menanggapi kesalahan cetak pada formulir, KPU Provinsi Banten telah mengirim surat ke KPU Pusat. KPU Pusat memberi jawaban dalam surat yang ditandatangi oleh ketuanya yang intinya memberikan dua penekanan. Pertama, apabila kesalahan nomor urut calon anggota DPD mulai nomor 17-53 tidak mengurangi fungsinya, maka formulir tersebut dapat digunakan. Kedua, KPU Kabupaten/Kota agar membetulkan nomor urut sesuai dalam DCT dan membuat surat edaran kepada PPK dan KPPS. Di kemudian hari datang anggota DPD ke KPU provinsi melaporkan adanya formulir yang salah cetak. Lalu KPU Provinsi membuat surat edaran penghitungan suara ulang jika ditemukan masih ada formulir yang salah cetak.
Dalam persidangan juga hadir Pihak Terkait, Ahmad Subadri calon DPD nomor urut 8, peringkat keempat dan sudah ditetapkan KPU sebagai calon anggota DPD terpilih. Menurutnya, klaim Pemohon bahwa seluruh formulir C-1 salah cetak adalah tidak benar, karena kesalahan itu hanya terjadi di sebagian kecil TPS. Kesalahan cetak kemudian berdampak pada perolehan suara yang ditetapkan KPU dan berbeda menurut versi Pemohon hanya berdasarkan pada asumsi Pemohon.
Pemohon tetap bersikukuh, bahwa dari 473 TPS suaranya mengalami defisit sebesar 29.08%. Suara Pemohon berdasarkan ketetapan KPU sebesar 107.767 suara. Dengan asumsi defisit tersebut, mestinya suara Pemohon sebesar 139.105 suara. Namun karena di Kabupaten Serang dan Lebak perolehan suara Fery sudah dinolkan, sehingga Pemohon tidak bisa mengklaim suara di dua kabupaten tersebut. Pemohon hanya mengklaim perolehan suara Fery yang masih ada, meskipun masih kurang dari yang semestinya sebagaimana perolehan berdasarkan hasil penelitian. Mengacu pada hasil penelitian, dengan bukti-bukti ilmiah dan akurat, Pemohon meyakini bahwa suara Feri adalah suara miliknya.
Pimpinan Panel Hakim II mengesahkan 16 alat bukti dalam permohonan pemohon. Sidang dilanjutkan pada Senin, 1 Juni 2009 pukul 16.00 WIB dengan menghadirkan dua peneliti yang diajukan dari Pemohon, juga Panwaslu, dan saksi-saksi. (Nur R/MH)