Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang lanjutan permohonan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) yang diajukan Partai Demokrasi Kebangsaan (PDK), Selasa (26/5) di gedung MK. Persidangan kali memeriksa saksi-saksi dan bukti-bukti yang diajukan oleh pihak Pemohon dan Termohon.
Terdapat 11 daerah yang disengketakan oleh PDK dalam persidangan kali ini, yakni Kabupaten Mamuju Sulbar, Kabupaten Mamuju Utara, Dapil II Kabupaten Ngada NTT, Dapil V Kabupaten Ngada NTT, Dapil VI Kabupaten Lampung Selatan, Kabupaten Tulang Bawang, Kabupaten Muaro Jambi, Dapil IV provinsi Papua, Dapil VI provinsi Papua, Dapil V provinsi Papua, dan Kabupaten Samarinda.
Saksi PDK dari Nusa Tenggara Timur memberi keterangannya melalui sidang jarak jauh (video conference) dari Universitas Nusa Cendana Kupang. Saksi PDK mengemukakan kecurangan berupa penggelembungan suara di TPS 1, 2, 3 di Desa Taenterong. ”Suara PDK seharusnya sebanyak 31 dan perolehan PPRN adalah 3 suara saja. Sedangkan menurut KPU, PPRN mendapat 19 dan PDK mendapatkan 6 suara. Ini merupakan perbedaan angka yang terjadi,” ungkapnya.
Pemohon dalam persidangan juga mendatangkan saksi-saksi dari daerah lainnya yang menjadi objek sengketa PHPU. Rauf, saksi di daerah Yepen Waropen mengungkapkan bahwa pihaknya mencatat perolehan PDK adalah 4.648. ”Anehnya pada pleno hasil kabupaten hanya mendapatkan 1.023 saja, belum lagi di provinsi yang tidak ada kejelasan karena suasana ramai sekali,” katanya.
Begitu juga daerah lain, menurut Pemohon terdapat penggembosan suaranya. Selain itu, banyak saksi pemohon yang tidak mendapatkan formulir C-1, tapi mengetahui adanya perbedaan surat suara dan jumlah daftar pemilih tetap (DPT). Ketika melakukan keberatan mereka tidak ditanggapi.
”Jumlah antara DPT dan surat suara di TPS 6 dan 8 Tanjung Sari berbeda. DPT di TPS 6 hanya 327 akan tetapi surat suara yang dipakai sejumlah 344. sedangkan di TPS 8 jumlah pemilih hanya 215, tapi surat suara terpakai sebanyak 227,” kata Budi Sanjaya Saksi dari Gerindra yang juga memberikan keterangan untuk PDK.
”Daerah Muaro Jambi data dari TPS, PPK sampai KPUD tidak sama dan tidak sesuai dengan penghitungan saksi PDK. Formulir DA dari empat kecamatan di Muaro jambi tidak sama ketika di cek dengan DB di kabupaten,” terang Ari Susanto.
Saksi Tidak Keberatan
KPU sebagai Termohon dalam jawabannya mengemukakan dalil Pemohon tidaklah benar seperti itu. KPU Kabupaten Tulang Bawang menjelaskan bahwa dari data formulir C-1 di TPS, kemudian formulir DA dari PPK sampai formulir DB KPUD tidak ada yang keliru dan salah. Menurutnya semua sudah sesuai dan pihaknya bisa memberikan bukti berupa dokumen formulirnya. Kemudian, di beberapa daerah saksi PDK tidak ada yang melakukan keberatan.
”Tidak ada keberatan dari saksi manapun di PPK dan begitu juga dengan saksi PDK. Semua menandatangani berita acara hasil rekapitulasi suara. Jumlah suara sama, tidak ada penggelembungan seperti yang didalilkan Pemohon,” sanggah Abdul Latif anggota KPU Lampung Selatan.
Dalam persidangan ini juga para pihak saling bantah mengenai saksi-saksi yang dianggap mewakili PDK. KPU anggap saksi PDK tidak memiliki mandat. Sedangkan menurut Pemohon, mereka memiliki bukti tertulis bahwa saksi-saksi mereka merupakan saksi yang sah dan menandatangani formulir keberatan di TPS maupun di PPK.
Disamping saksi, dalam perkara ini menghadirkan Prof Hermanto, ahli yang diajukan PDK. Hermanto memberikan keterangan keahliannya mengenai administrasi dalam proses penghitungan suara. ”Saksi-saksi dari TPS dalam proses rekapitulasi manyaksikan dan mencatatnya. Hal itu sesuai dengan UU 10/2008 tentang pemilu legislatif. Artinya, yang terpenting adalah catatan baik catatan saksi maupun formulir C-1,” ungkapnya.
Atas keterangan ahli, pihak Termohon menanggapi bahwa apabila tidak berpedoman pada formulir C-1 maka tidak ada ukuran untuk kepastian administratif tentang keabsahan rekapitulasi. Majelis hakim mengemukakan bagaimana bisa saksi tidak datang kemudian mendapatkan formulir C-1. ”Itu tidak mungkin, dan sejauh mana formulir C-1 itu mengikat,” ujar hakim Arsyad Sanusi.
Seadil-adilnya
Selanjutnya, Mahkamah menurut Moh. Mahfud MD tidak hanya mempermasalahkan ada saksi atau mendapatkan formulir C-1. MK, kata Mahfud juga tidak melihat apakah ada pihak saksi atau Pemohon yang mempermasalahkan proses pemilihan dan penghitungan saja. ”Apabila secara subtansial ada kesalahan dari KPU sebagai penyelenggara dan Pemohon tidak mempermasalahkan, Mahkamah tetap saja akan memberikan keputusan yang seadil-adilnya bagi semuanya,” tegas Mahfud. (RNB Aji/MH)